Senin, 27 Juni 2016

Cerpen Cinta Tentang Mimpi @Elfiragustin21


IDIOT MY IMAGINATION LOVE
Elfira Agustin
It’s still not been illustrated by by word. When we are just two I can ask. Could you know the answer? (Ada yang tak sempat tergambarkan oleh kata. Ketika kita berdua, hanya aku yang bisa bertanya. Mungkinkah kau tahu jawabanya?)
If you don’t have science, was all fun and joke that I can share with him. To make her happy. Maybe people say I’m that’s ugly, big, geeky, you idiot. But according to him, I was funny to share the pleasure to others. But why there are people who don’t like. (Jika tidak mempunyai Ilmu, hanya kesenangan dan lelucon yang bisa ku bagikan bersamanya. Untuk membuatnya bahagia. Mungkin orang bilang aku itu jelek, berbadan besar, culun, idiot. Tetapi menurutnya, aku itu lucu yang bisa berbagi kesenangan kepada orang lain. Tapi kenapa ada orang yang tak menyukaiku?)
“Menari, berdansa, tertawa lelucon, bernyanyi, bermain piano, itulah yang setiap hari dilakukannya. Seni itu indah, dan aku tidak main-main dengan seni. Hidup tanpa seni bagaikan malam tanpa bintang, bagaikan karya yang terbuang begitu saja dengan sia-sia, dan lusuh tertimbun debu. Mereka melarangku, mereka tak sependapat denganku. Dan terus memaksaku untuk melakukan hal yang tak ku miliki. Aku berbeda, semua orang bisa berbicara kepada dunia. Apakah isi dunia ini indah? Layaknya suara merdumu pada setiap mainan pianoku berbunyi mengiringi paduan indah musikmu. Kenapa mereka tak suka seni? Mereka selalu saja melarangku untuk mendekati seni. Seni tak ada hasilnya? Tak menghasilkan upah? Hanya saja membuang waktu? Tapi bagiku tidak. Aku bisa hidup walau tak bisa berkata pada seni,” pikirku.
            “Mama minta kalian berhenti, jangan kalian lakukan itu lagi. Mama ingin kalian jadi anak kebanggaan mama papa, meneruskan usaha yang sudah bertahun-tahun kita bangun,”Kata Mama yang sedang memarahi kedua anak lelaki dan wanita yang duduk di sofa sambil meratap e bawah.
            “Kenapa mama melarang kita untuk mendekati seni? Seni itu moment yang bisa kita abadikan,”Lirih Dianty Amanda Sarastika. Dianty adalah anak kedua yang bersifat lebih dewasa dari kakaknya. Dia sangatlah menyukai seni. Ke bencian kedua orang tuanya kepada seni, tak menjadi halangan untuknya terus berkarya di bidang seni. Karena mereka hanya memandang seni dengan sisi buruknya.
Bagus Adicawicono Diningrat adalah kakak Dianty. Dia juga sependapat dengannya. Kecintaannya terhadap seni, membuatnya memancarkan kebahagiaan di orang-orang sekitarnya. Walau ada kekurangan yang di milikinya, mampu menutup seluruh kekurangannya dengan adanya sebuah seni di dalam hidupnya.
Bagus menyampaikan sesuatu kepadaku. Namun, dia hanya menggambarkan isyarat kepadaku. Saat aku menjawab mengapa mama melarang kita untuk mendekati seni? Aku paham, aku tahu apa yang ingin dia katakan. Lalu, ku pergi meninggalkan papa dan mama di tengah kelelahanku. Aku membawa kakak pergi dan mengantarnya kekamarnya. Agar dia beristirahat di kamarnya dan begitu juga aku.
***
Diatas ku terlihat anggun. Semua mata tertuju padaku. Ku dentingkan jari jemariku di atas alat music piano. Mengiringi suara merdu seorang gadis cantik yang anggun dan telah berdiri di hadapannya. Disana ada dia, yang menyaksikan kita. Para bintang berkumpul dan bersinar menerangi indahnya malam. Jari jemariku mulai bergerak dan mengiringi lagunya.
“Tust… tust… tust…,”
Semua yang bernafas peluk menemukan cahaya
Semua yang bernafas peluk temukan arti hidup dan lengkapi jiwanya
Akhirnya ku tlah temukan kamu..
Semestaku tercipta..
Dan aku tak kan pergi dan melepasmu
Dengan sadarku ku masih mau
Tuk menuju tujuku
Dan ku berjanji tuk selalu ada sampai waktunya
Karena semestaku ada padamu..
Ungkapanmu bagai bintang tak berbulan dan cermelang
Senyumanmu bagai bulan menemani sang malam hingga siangku datang
Semesta akan selalu ku jaga..
Semesta abadi selamanya..
“Plok.. plok.. plokk..,”
Lantang suara tepuk tangan dan menyorakinya. Semua mata takjub kepada irama dan suara music romantic ini. Seakan bintang dan bulan pun ikut berdansa. Kedua orang itu menghampiri kita dan memeluknya. Mereka bangga dan takjub. Dan mereka percaya, akan adanya seni itu indah. Mereka tak lagi untuk membencinya.
“Mama, papa,”
***
“Hey bisu lo, idiot lo, gendut badan gede banget mirip kingkong, hahaha,” ledek temen kampusnya Saras dan teman-temannya anak alay. Mereka melempar sobekan-sobekan kertas itu kepada Bagus yang tengah di gerumbuli olehnya.
“Stop! Stop! Jangan hina kakak saya, kalian bubar! Bubar!” teriak Dianty yang berlari menghampiri Bagus dan memeluknya untuk melindunginya dari serangan mereka.
Mereka pun beranjak pergi dari tempat itu.
“Kakak, maafin Dianty sudah meninggalkan kakak sendirian dan di hina dengan anak-anak itu,” lirih Dianty yang masih memeluk kakaknya.
Bagus melepaskan pelukan Dianty dan melihat matanya yang telah mengeluarkan air mata. Bagus berusaha mengusap air mata itu agar tak banyak lagi yang terus menngalir. Tangannya mencubit pipi Dianty agar membuatnya tertawa dan kembali tersenyum.
“Ahh.. kakak sakit, iya Dianty tau, Dianty gak akan cengeng lagi dan akan selalu tersenyum,” ucap Dianty sembari menebar senyumnya kepada Bagus.
Mereka pun berjalan pulang di tengah senja. Datang seorang lelaki tampan yang memanggilnya dari arah yang jauh.
“Dianty,”
“Leo, kamu ngapain di sini?” tanya Dianty.
“Gue kebetulan aja lewat sini, kok kamu belum pulang?” tanya Leo.
“Iya aku tadi habis jalan-jalan sama kakakku,” jawab Dianty.
“Mau aku antar pulang?”
“Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri kok sama kakakku, yaudah aku duluan ya, bay bay,” ucap Dianty yang tak kunjung panjang lebar dan segera pergi mengakhiri percakapannya dengan Leonardo. Dia adalah temen kelas sastra Dianty. Namun, kedua orang tuanya ingin agar Dianty bisa menjadi pasangannya. Tetapi Leo sangat membenci Bagus. Karena dia selalu mengganggu moment di saat Leo dan Dianty telah bersamaan.
***
Cinta itu tidak ada. Cinta itu ada jika seni itu ada. Cinta itu ibarat seni yang indah. Jika dia menari, berdansa, bernyanyi, cinta itu akan berjalan indah dengan kedua sepasang yang mamadukannya menjadi irama indah. Tapi aku tak begitu mengenal cinta. Hanya seni lah yang mengenalkanku dengan cinta.
Hidupku tidak lama lagi. Aku tidak akan lama lagi berada di dunia ini. Aku hanya berimajinasi agar bisa sempurna seperti mereka. Hanya dengan detingan jari jemariku, dan tarian dance dengannya yang membuatku merasa sempurna saat berada di dekatnya. Tak semua orang menyukaiku. Kedua orang tuaku pun tak menyukai seni. Apalagi menyukaiku. Mereka hanya inginkan kepentingannya. Jadi untuk apa aku berlama-lama berada di dunia ini. Jika tidak ada yang menyukaiku? Mana ada cewek yang mampu mencintaiku jika aku tak mengenal cinta?
***
Pada malam terakhir mereka berdansa di pesta perayaan kakak adik di moment romantic ini. Hanya mereka berdua yang merayakannya. Dengan lampu-lampu yang bersinar menerangi indahnya malam. Bagus memainkan satu lagu piano untuk adiknya tercinta Dianty. Dianty merasa mala mini adalah pertemuan terakhir dengannya. Di moment indah ini, banyak bunga bunga yang melingkar di sekelilingnya. Seakan bunga itu menatapnya memberikan isyarat keguguran. Ini hanya firasat. Semuanya akan baik-baik saja.
“Terima kasih kak, Dianty senang sekali, ini adalah moment terindah Dianty, dan pada mala mini adalah hari special kakak dan adik,” ucap Dianty di tengah moment ini sambil memegang kedua tangan kakaknya.
“Kak tunggu sini ya, Dianty mau ke sana dulu,”
Ingin sekali hati ini berkata. Tapi tiada kata yang dapat terucap.
“Bruakkkkkkkkkk!!”
“Kakakkkkk!!”
“Kakak bangun kak! Jangan tinggalin Dianty kak. Dianty tidak punya siapa-siapa lagi di sini. Kak ayo bangun kak!” teriak Dianty yang jauh berlari. Maut telah menghampirinya. Hidupnya tak lama lagi. Mungkin ini saatnya. Ini adalah takdir. Jika takdir sudah berkata tiada orang yang bisa menghentikannya, sekalipun dia menangis.
Suara ambulance yang membawanya pergi ke rumah sakit. Bagus segera di bawa ke ruang ICU. Dianty menunggu diluar dan dia segera menghubungi kedua orang tuanya.
“Apa benar anda keluarga dari pasien Bagus Adicawicono Diningrat?” ujar dokter yang keluar dari ruang ICU sembari melepaskan sarung tangannya.
“Saya adiknya dok, bagaimana dengan keadaan kakak saya dok? Apa dia baik baik saja dok? Cepat jawab dok?” sentak Dianty yang tak lagi sabar dan sangat mengawatirkan keadaan kakaknya.
“Mohon tenang dulu mbak, mari ikut ke ruangan saya,”
Sesampainya di ruang dokter, Dianty menatap dokter dengan gelisah. Dia terus bertanya tanpa henti keadaan kakaknya terhadap dokter. Dokter pun tak dapat berkata apa apa. Rahasia ini sudah cukup lama tersimpan. Dan keluarganya harus tau. Karena saat itu pihak rumah sakit tidak persis mengetahui keluarganya. Mereka kira Bagus hidup sendiri di dunia ini.
“Sudah waktunya saya berbicara tentang ini kepada anda,” ucap dokter.
“Berbicara soal apa dok?” tanya Dianty yang tak mengerti.
“Sebenarnya Bagus sudah lama mengindap penyakit Skizofrenia, penyakit yang sulit di sembuhkan, penyakit ini membuat penderitanya tidak mampu membedakan kenyataan dan khayalan, termasuk mengalami delusi (keyakinan kuat yang tidak memiliki bukti), halusinasi (persepsi tanpa ada rangsan pancaindra), Bagus sebenarnya adalah pasien saya, sudah bertahun tahun dia berobat dengan saya, tetapi tidak ada perubahan melainkan ada sosok orang yang mampu membuatnya bangkit kembali untuk melawan rasa sakit yang di deritanya, memang penyakit itu tidak bisa di lihat oleh orang-orang sekitarnya, kecuali jika dia mau memberitahunya,” jelas dokter.
Dianty pun terisak mendengar perkataan dokter, dia tak kuat mendengarnya. Tapi kenapa kak Bagus menyembunyikan semua ini kepada kami? Kenapa? Tak kuasa mendengarnya, Dianty pergi meninggalkan dokter tersebut sembari menahan tangis. Sesekali dia menengok ruang ICU dan menatap kakaknya yang harus berjuang untuk hidupnya.
Tak lama kemudian kedua orang tuanya datang. Mereka merasa sedih. Bagaimana pula Bagus adalah anak kandungnya. Walau banyak kekurangan yang di milikinya tak seperti anak normal biasanya. Tetatp dia sangatlah istimewa. Keistimewaannya dapat membuat orang orang di sekitarnya di penuhi dengan canda tawa. Walau tiada kata yang terucap.
Waktu sudah tidak lama lagi. Maut sudah tiba menghampirinya. Lagu terakhir yang dinyanyikan oleh seorang gadis cantik yang telah menunggunya di iringi sebuah piano kecil yang di bawanya. Mungkin hanya dengan ini bisa membuatnya bangkit kembali!
Andai nafas terhenti
Andai jantung ku mati
Ku kan slalu di hatimu
Andai langkah terputus
Andai jejak terhapus
Ku kan slalu di hatimu
Tanpamu hidupku merasa sepi
Tanpamu hidupku merasa sepi
Aku tak bisa bila hidup
Tanpamu
Aku bukan apa apa
Tanpamu ku tak merasa sempurna
Aku tak bisa bila hidup
Tanpamu
Kumerasa kosong
Tanpamu bagai buih di lautan..

“Tutt.. tutt.. tutt..,” jantungnya tidak lagi berdetak.
“Kakak..!!” teriak Dianty.
***
Satu bulan kemudian, sejak kejadiaan itu kakak meminta kepada mama dan papa agar tidak melarang Dianty untuk berkarya di bidang seni. Mama dan papa pun tidak lagi melarangku. Kini aku akan menepati janjiku kepadanya. Agar aku menjadi anak kesenian dan sastra Indonesia. Namun, mimpiku telah terjawab. Aku memenangkan juara 1 tingkat nasional bermain piano. Dan 1 buah karya novel serta 2 buah karya cerpen yang berhasil di launchingkan minggu lalu. Ini adalah awal dari kesuksesanku untuk menjadi seniman Indonesia dan sastra Indonesia. Setelah aku mendapat persetujuan dari kedua orang tuaku. Walau aku harus bisa mengikhlaskannya. Mungkin ini sudah takdir yang kuasa. Hanya sebuah surat yang tertinggal untukku saat kakak telah pergi dokter memberikanku sesuatu. Surat itu berisi :
Dear Dianty,
Hai adikku tercinta Ilove you! Maafkan Bagus kalau selama ini bagus sudah menyimpan rahasia ini. Karena Bagus tidak ingin kalian semua khawatir dengan penyakit Bagus yang menyeramkan dan tidak dapat di sembuhkan. Bagus hanya bermimpi, berimajinasi untuk bisa menjadi seperti mereka. Manusia normal. Tapi semua itu sudah kehendak yang kuasa. Ini adalah takdirku. Aku harus terima pada kenyataannya. Bagus hanya ingin berkata : Bagus ingin menjadi badut untuk kalian agar tiada tangis dalam kesedihan. Bagus sangat sayang sama kalian. I love you Dianty.
Salam, Bagus
Kini tiada lagi orang yang mampu membuat hari hariku barwarna. Tiada lagi suara piano itu yang mengiringiku saat aku menyanyikan sebuah lagu.
Setelah meninggalnya kakaku, papa dan mama menginginkan aku agar menikah dengan Leonardo teman kuliah sastraku. Dia adalah anak dari sahabat papaku. Sudah lama mereka ingin menjodohkan kita. Aku gak tau apakah aku bisa bahagia dengannya? Aku pun juga tak mengenal kata CINTA. Apakah aku bisa hidup tanpanya? Idiot My Imagination Love.

Follow instragram : @elfiragustin21
Follow Twitter : @Elfira Bie
Facebook : Elfira Agustin

Selamat Membaca, Terima Kasih sudah membaca ^_^ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar