Mencintai Bukan Untuk
Dicintai
Elfira
Agustin
Di sebuah kamar sederhana yang menyimpan banyak cerita
untuk seorang wanita tempat dia bertahta. Kamar adalah sebuah objeck pertama
untuk seorang wanita dalam memilih sebagai tempat menyendiri. Berawal dari hujan
dengan suara rintik-rintiknya membawa diri seorang wanita terluka hingga
membasahi seluruh tubuhnya. Alunan musik yang berputar menghiasi malam yang
berpeluk rindu. Dalam doa ku menginginkannya bukan untuk di cinta.
Aku bukanlah wanita yang sama seperti mereka yang mudah
jatuh cinta oleh seorang pria. Aku terlalu mencintainya sampai aku sadar cinta
itu membawa luka. Tapi yang aku tau cinta itu adalah anugerah yang datang dalam
jiwa. Itu menjadi alasan kalau cinta itu indah saat mereka merasa bahagia.
Sampai suatu hari aku menemukan jalan untuk bertahta.
Pertemuan yang terjadi di sebuah ruangan yang ramai dengan awal percakapan yang
konyol. Pria itu telah membuka mataku, bahwa tidak semua pria sepertinya.
Karena dengan karakternya mengenal seorang wanita di hadapannya. Dihatiku
berkata, “Akankah aku mengenal cinta? Akankah aku mampu membukakan hatiku untuk
orang lain?” pertanyaan itu yang tanpa arti tak pernah terjawabkan olehku.
Hanya dentingan waktu yang mampu menjawabnya.
Seolah aku telah lupa akan hari-hari yang tak terbiasa
melintas. Hari itu, ini, besok dan selanjutnya hingga cinta itu tau dimana arah
jalan pulangnya. Mungkin cintaku tersesat pada jalan yang kelam. Sampai aku
lupa oleh canda tawanya sebuah persahabatan yang masih utuh dan selamanya akan
selalu ada.
Pertemuan itu memulai kembali percakapan yang
membosankan. Chatting dengan adanya sebuah topik tanpa terpikirkan kata-kata.
Hingga kita mampu mengenal satu sama lain. Berawal dari pergaulan yang
memberanikanku untuk mulai mengenalnya. Di kala wajahnya terlintas dengan
senyuman indah. Sapaan manjanya yang membuatku terpanah. Tatapan matanya
setajam pisau. Bibirnya yang memudarkan sajak-sajak aku ingin berpuisi.
Jejaknya yang selalu ku kenang bersama memori pertemuan singkat ini.
Sampai aku berharap tiada ujung hentinya kita di
pertemukan oleh satu titik topik. Rayuannya yang membuatku meleleh.
Genggamannya seakan tak mau kehilangan. Mungkin aku mengenal hujan yang
berjatuhan dengan pelangi siang sebagai wadah cinta yang mulai bergairah. Sampai
pada akhirnya aku bertanya kembali dari dalam hatiku yang amat dalam, “Apakah
aku dapat membuka hati untuk seorang pria yang mampu membuatku jatuh hati?
Apakah cinta itu berada pada orang yang benar?” Cinta tak pernah salah ataupun
benar. Karena cinta hanyalah anugerah yang datang dari jiwa yang tulus.
“Apakah aku berdosa telah mencintainya diam-diam,”
pertanyaan itu muncul lagi ketika aku mengingat bahwa sebagian besar cintaku
semata hanya untuk Allah swt. Katika
bibir tak mampu berkata, hanya doa yang menjelma. Ketika bibir telah lelah
untuk mengataknya, hanya tulisan indahku yang menjadi sebuah kenangan kita.
Ketika seseorang menginginkan sebuah tokoh di novel. Tapi karakter mereka yang
telah di pilihkan dan bukan memilih. Karena ketika kita di pilihkan selalu ada
kata tidak akan bisa mencintai bila cinta tidak dari kedua hati yang saling
menumbuhkan hati.
Sampai suatu ketika ayah berkata kepadaku, “Apakah kamu
sudah punya pacar? Siapa pacarmu? Siapa orang yang kau cintai? Kenalkan kepada
ayah,” Mendengarnya membuatku terdiam. Tak menjawabnya, hanya dengan senyuman
yang mampu ku pancarkan untuk lelaki hebat sepertinya. Yang selalu ada dalam
setiap langkahku berpijar, yang selalu menjadi pelukku saat tetesan air mata
membasahi seluruh tubuhku. Dia adalah lelaki terhebat dalam hidupku, Ayah.
Petikan gitarmu yang mengawali getaran hatiku. Suara
indahmu yang selalu ku dengar. Alunan musikmu yang sering ku putar. Menunggu
sebuah ponsel balasan darimu, sampai semuanya hanya menjadi angan-angan mimpi.
Dan semua tentangmu masih ku ingat di hati. Tatapan matamu seolah mengawali
sebuah cerita kita saat itu. Satu, dua, tiga, bulan bahkan setelah satu tahun
aku telah mengenalmu cukup jauh. Hingga diam-diam aku melihat semua akun
sosmedmu.
Semua sosmedmu ingin rasanya ku pegang. Kenyataannya aku
menemukan masa-masa kecilmu yang amat lucu dan menggemaskan. Tapi kamu tak
pernah mengetahuinya. Perempuan yang mempunyai cinta yang tulus itu tak pernah
mengungkapkannya kepadamu. Apa karena gengsi diantara kita? Mencintai diam-diam
bukan untuk dicintai walaupun kita tau resikonya. Pasti diantara kita harus
terima jika suatu saat ada yang terluka.
Ya, terluka karena hati kita tak dapat memiliki cinta yang suci itu.
Ku jalani hari-hari sendiri dengan duniaku. Sampai aku
tiada ujungnya belajar untuk amesia. Saat ketemu kamu wajahku yang memerah,
memendam malu dan rindu yang amat dalam. Sungguh menyakitkan, pria itu hanya
bertanya-tanya. Apa yang telah terjadi? Ya, dia benar-benar tidak peka pada
lingkungannya. Tapi bukannya tidak peka, pria itu tau. Namun, dia tidak mau
jika wanita yang telah di anggapnya sahabat itu akan sakit hati. Jika tau
sebenarnya pria itu suka sama temanku sendiri.
Mendengar kabar tentang itu, aku memutuskan untuk menjauh
darinya. Antara malu, dan rasa gengsi yang amat besar bagi wanita sepertiku
untuk mengungkapkan perasaan ini yang tiada ujungnya. Aku harus berusaha
tersenyum, mengisi hari-hari tanpamu. Walau aku tau disini masih ada sahabat
tercintaku yang selalu ada untukku dan membuatku tersenyum setiap saat. Aku
juga melihatmu disana yang tertawa, tersenyum bahagia bersama kawan-kawanmu.
Itu sudah cukup buatku kalau kamu masih baik-baik saja disana. Aku masih punya
ayah yang begitu menyayangiku. Keluarga yang masih utuh, dan masih bersyukur
jika hari ini aku masih di beri nafas hidup untuk melihat semua orang-orang
yang kusayangi.
Padahal aku gak tau jika di luar sana masih banyak
teman-temanku, sahabat-sahabatku, saudara-saudaraku, dan semua manusia di muka
bumi ini yang jauh dari sempurna. Mereka anak yang seumuranku masih membutuhkan
kasih sayang orang tuanya. Dimana dia menjelang masa puber, yang masih
labil-labilnya. Tapi dia harus berjuang dan menjalani hidup sendiri karena dia
hidup tanpa kedua orang tua yang sudah pergi entah kemana. Karena mereka sudah
bahagia di sisi Allah. Setidaknya aku juga harus berpikir bagaimana kehidupan
di luar sana. Bagaimana susahnya orang yang tidak punya orang tua. Mereka pasti
jauh lebih baik dariku.
Inilah hidup terkadang kita tidak tau harus memilih jalan
yang mana. Karena mungkin semua manusia punya perasaan. Perasaan cinta yang gak
pernah bisa di lawan. Mencintai satu orang yang special hingga menolak semua
orang yang mendekatinya hanya karena ada rasa. Sampai pada akhirnya menyesalah
sudah tiada ujungnya. Kita harus belajar lagi lebih dalam di antara
bintang-bintang yang lebih baik. Di sana rasi bintangku dan rasi bintangmu
menanti. Diatas langit yang jauh dari planet bintang. Aku belajar mencintai
seseorang tanpa harus di cintai dengan rasa di lubuk hatiku yang tiadaa
ujungnya jalan. Hingga kau tau dimana kau harus pulang.
Aku mencintai bukan untuk dicintai
Mencintaimu adalah anugerah jiwa
Menyayangimu adalah kehendak cinta
Belajar melupakanmu adaalah caraku
Pertemuan yang tiada ujungnya akan
berpisah
Inilah cinta yang tak saling
memiliki
Dua hati yang tak mungkin bersatu
Hingga kau tau…
Dimana jalan kau harus pulang untuk
cinta
Salam dari negeri cinta di sabrang
samudra…