Senin, 27 Juni 2016

Kumpulan Cerpen @Elfiragustin21


Cita Rasa Secangkir Kopi Cinta
Elfira Agustin
        
            Hidup itu seperti rasa. Jika rasa itu mati, jiwa juga mati. Tanpa rasa, seseorang tak bisa hidup. Cinta terkadang berganti rasa, tapi cinta sesungguhnya memiliki cita rasa seperti secangkir kopi cinta. Rasa cinta yang saling menyayangi. Manusia tak mungkin bila hidup tanpa cinta. Cinta ini disampaikan dengan cita rasa kopi cinta gadis cantik bernama Amanda.
            Hmm… gue suka banget sama kopi, temen-temen gue bilang lo cewek kok suka kopi? Iya karna kopi itu mempunyai cita rasa seperti cinta. Cinta? Emang lo punya pacar? Enggak sih emang dari dulu gue belum punya pacar, tapi gue tau yang namanya cinta itu seperti, rasa kopi yang mempunyai beragam cita rasa cinta. Lo sih kelamaan jomblo cintanya sama kopi mulu, tapi tiap ada cowok yang deketin lo, kopi yang selalu lo utamain. Nggak juga sih, memang gue belum nemuin jodoh gue aja. Mungkin tuhan masih menyimpan jodoh gue baik-baik di surge sana. Hmm.. Yaudah deh terserah lo.
            “Temen gue cerewet banget sih, suka kepoin gue mulu. Yang di tanya selalu saja, Lo kok belum punya pacar? Lo pacaran sama kopi ya? Sadar woy jangan gila. Lo tuh yang gila!” pikir Amanda yang sedang menikmati secangkir kopi beraroma cinta di atas senja.
            Cintanya tak kan mudah terlepas dari cita rasa secangkir kopi cinta. Jodoh masih tetap menanti. Namun cinta, tak kan mungkin pergi jauh darinya.
            Secangkir kopi cinta itu membawaku terbang bersamanya di atas senja dengan semburat jingga.
            “Hai boleh gabung tidak nih?” tanya seorang pria tampan yang tengah berada di hadapanku. Aku mulai melihatnya dari saat aku meminum secangkir kopi itu dan melihat ke arah atas pria tampan yang berdiri di depanku.
            “Byarrr…,”
            “Astaga maaf maaf baju kamu jadi basah gara-gara aku, biar aku bersihkan ya,” ucap Amanda saat itu dia schook pria tampan dari langit mana yang tiba-tiba berada di hadapannya itu? Amanda pun membersihkan tumpahan kopi yang tersembur olehnya di baju pria itu.
            “Oh iya tidak apa-apa kok, maaf ini juga salah saya nongol tiba-tiba di depan kamu yang sedang asyik menikmati kopinya,” jawab pria tampan itu.
            “Iya maaf ya,” kata Amanda merasa bersalah.
            “Iya tidak apa-apa kok,” jawab pria itu.
            “Kamu pengunjung setia coffe ini ya? Dan sepertinya kamu itu cewek yang suka dengan kopi?” tanya pria itu yang menatapku tajam.
            “Iya, kok kamu tau sih? Apa kamu sering lihat aku di sini? Apa kamu para normal yang bisa nebak? Hehe gak kok bercanda,” gumam Amanda.
            “Ya kamu benar. Assh… tapi lupakan lah ya, oh iya nama kamu siapa?” tanya pria itu sambil mengulurkan tangannya kepada Amanda.
            “Namaku Amanda. Kamu?” jawab Amanda mengulurkan tangannya pula.
            “Namaku Daffa. Nama yang cantik nan lembut seperti rasa kopi yang tersirat di dalam hatinya. Pecinta kopi cinta, dengan rasa yang berbeda-beda. Namun perasaannya tetap sama. Hehehe,” ucap Daffa si pria tampan yang tersenyum kepadanya.
            “Ahh.. Kamu bisa aja,” kata Amanda sambil tersenyum menatapnya.
            Semburat jingga itu menyemburkan secangkir kopi cinta untukku.
            Awalnya aku hanyalah pecinta kopi yang memiliki beragam cita rasa, tetapi perasaanku akan tetap sama. Namun, cinta itu datang membawa secangkir kopi cinta. Rasa kopi ini berbeda, tak selagi pahitnya rasa hatiku yang tak memiliki rasa cinta. Tapi memiliki cita rasa yang sangat kuat kepada cinta.
            Lelucon, bercanda, tertawa  di sepanjang senja coffe yang mengalunkan alunan syair puisi dan piano yang terdengar indah mengiringi lagu cinta. Mengawali rasaku yang terbang ke angkasa.
            Cinta tak hanya dengan serangkaian mawar yang menyatuhkan dua buah hati di ujung jalan. Tapi cinta yang mempunyai rasa indah di dalam secangkir kopi Amanda.
***
            Hari itu mengakhiri dari awal pertemuannya. Cinta yang mempunyai beragam rasa kopi. Kini telah berpulang kepadanya. Cintanya pudar tak seindah malam. Tak seindah senja. Tak seindah alunan syair puisi dan piano. Tak seindah mawar merah yang menyatuhkan dua buah hati. Malam itu berganti pahit. Sepahit kopi yang telah pudar tanpa sesendok gula yang mengawali manisnya rasa cinta.
            “Hai peri kopi yang manis, aku Daffa. Maafkan aku. Semalam itu yang telah membuatku sedih. Malam itu aku tak bermaksud. Aku hanya ingin menunjukkan arti rasa. Aku tak memiliki banyak waktu. Dan malam itu adalah pertemuan pertama dan terakhir kita. Senja pun menjadi saksi atas dua buah hati yang bersatu dalam secangkir kopi. Dan Coffe itu pun juga menjadi saksi cintaku kepadamu. Aku hanya bilang tunggu aku ya di malam senja coffe “Fall In Love” Aku akan datang bersama dua buah kopi rasa cinta untukmu, Love you cinta,” –pesan singkat Daffa untuk Amanda.
            “Hiks.. hiks.. hiks..,” Air matapun mengalir di wajahku membasahi pipiku. Tak pernah kurasakan sebelumnya. Rasa cinta yang sangat dalam. Sedalam dalamnya kopi dan sepahit pahitnya kopi yang mengakhiri malam yang indah itu. Waktu itu sangat singkat. Tapi waktu itu membawaku lebih lama untuk mengenalnya. Namun, sekejap rasa kopi itu menghilang saat malam itu berakhir.
***
            Sudah lama kulewati. Rasa yang tak kan pernah berubah. Rasa yang tak kan pernah pudar. Walau aku teringat melam itu telah mengakhiri cinta yang telah pudar. Lama ku menunggu. Dikala senja menyapaku, membawaku di dalam coffe “Fall In Love” bersama secangkir kopi menikmati alunan syair puisi dan alunan piano itu. Namun tak kunjung datang. Kemana cintaku berada? Kemana rasa itu terbang? Merpati putih kembalilah kepadaku. Bawalah kopi cintamu itu.
            Satu, Dua, Tiga hari. Bahkan satu tahun telah berlalu. Tak mendengarnya. Teriakan sang merpati tak menandakan dia kembali lagi. Mungkin dia akan benar-benar pergi jauh dengan secangkir kopi itu. Tapi aku tak mudah melupakan waktu yang singkat itu. Seperti aku yang tak akan mungkin melupankan secangkir kopi ini. Apa aku harus berhenti disini menunggunya? Sudah ya cinta, aku capek menunggumu bertahun-tahun dengan berharap kau akan kembali.
            Aku pergi... Beranjak dari tempat dudukku yang mengawali dari rasa kopi cinta itu.
            “Mbak mau kemana? Ini pesanannya ya?” tanya pelayan pria yang membawa dua buah secangkir kopi cinta untukku. Tapi aku tak merasa memesan kopi ini.
            “Tapi ini bukan pesanan saya mbak,” jawab Amanda yang mulai lelah.
            “Tapi ini mbak yang memesan tadi,” kata pelayan itu.
            “Tidak mbak saya tidak memesannya,” jawab Amanda lagi mulai sebal dengan pelayan itu.
            “Pokoknya saya tidak mau tau mbak harus membayarnya, karna mbak tadi yang telah memesannya,” celothe pelayan itu masih terus mengeyel.
            “Tidak. Saya tidak memesannya dan saya tidak mau membayarnya,” jawabk Amanda.
            “Ada apa ini kok ribut-ribut?” tanya seorang misterius yang bersembunyi di balik badan.
            “Ini pak, pembeli tidak mau membayar kopi yang telah di pesannya,” jawab pelayan itu kepada manejernya.
            “Saya tidak memesan kopi ini,” ucap Amanda dengan tegas.
            “Biar saya yang membayarnya dengan cinta,” kata seorang itu. Orang itupun berbalik badan dan seketika mata Amanda telah di kagetkan dengan cintanya. Tak salah Amanda mengenali jelas orang itu dan suaranya. Dia adalah Daffa kekasihnya. Dia datang menjawab dari akhir segalanya. Cintanya membayar sebuah janji yang telah lama pudar, dengan dua buah cangkir kopi cinta. Dan datanglah sebuah alunan music piano dan syair puisi yang mewarnai suasana cinta. Di kala senja pun juga menjadi saksi akhir cintanya. Dikala tempat coffe “Fal In Love” ini membawa ruang hati masuk untukku. Di kala kopi itu telah menyatuhkan dua buah hati cinta.
            “Kini cintanya telah terjawab dengan cita rasa secangkir kopi cinta. Namun, cinta tak hanya berupa bunga mawar merah yang membawa dua buah hati cinta.”-Terima Kasih dengan cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar