Cita Rasa Secangkir Kopi Cinta
Elfira
Agustin
Hidup itu seperti rasa. Jika rasa itu mati,
jiwa juga mati. Tanpa rasa, seseorang tak bisa hidup. Cinta terkadang berganti
rasa, tapi cinta sesungguhnya memiliki cita rasa seperti secangkir kopi cinta.
Rasa cinta yang saling menyayangi. Manusia tak mungkin bila hidup tanpa cinta.
Cinta ini disampaikan dengan cita rasa kopi cinta gadis cantik bernama Amanda.
Hmm… gue suka
banget sama kopi, temen-temen gue bilang lo cewek kok suka kopi? Iya karna kopi
itu mempunyai cita rasa seperti cinta. Cinta? Emang lo punya pacar? Enggak sih
emang dari dulu gue belum punya pacar, tapi gue tau yang namanya cinta itu
seperti, rasa kopi yang mempunyai beragam cita rasa cinta. Lo sih kelamaan
jomblo cintanya sama kopi mulu, tapi tiap ada cowok yang deketin lo, kopi yang
selalu lo utamain. Nggak juga sih, memang gue belum nemuin jodoh gue aja.
Mungkin tuhan masih menyimpan jodoh gue baik-baik di surge sana. Hmm.. Yaudah
deh terserah lo.
“Temen
gue cerewet banget sih, suka kepoin gue mulu. Yang di tanya selalu saja, Lo kok
belum punya pacar? Lo pacaran sama kopi ya? Sadar woy jangan gila. Lo tuh yang
gila!” pikir Amanda yang sedang menikmati secangkir kopi beraroma cinta di atas
senja.
Cintanya tak kan mudah terlepas dari cita
rasa secangkir kopi cinta. Jodoh masih tetap menanti. Namun cinta, tak kan
mungkin pergi jauh darinya.
Secangkir
kopi cinta itu membawaku terbang bersamanya di atas senja dengan semburat
jingga.
“Hai
boleh gabung tidak nih?” tanya seorang pria tampan yang tengah berada di
hadapanku. Aku mulai melihatnya dari saat aku meminum secangkir kopi itu dan
melihat ke arah atas pria tampan yang berdiri di depanku.
“Byarrr…,”
“Astaga
maaf maaf baju kamu jadi basah gara-gara aku, biar aku bersihkan ya,” ucap
Amanda saat itu dia schook pria tampan dari langit mana yang tiba-tiba berada
di hadapannya itu? Amanda pun membersihkan tumpahan kopi yang tersembur olehnya
di baju pria itu.
“Oh
iya tidak apa-apa kok, maaf ini juga salah saya nongol tiba-tiba di depan kamu
yang sedang asyik menikmati kopinya,” jawab pria tampan itu.
“Iya
maaf ya,” kata Amanda merasa bersalah.
“Iya
tidak apa-apa kok,” jawab pria itu.
“Kamu
pengunjung setia coffe ini ya? Dan sepertinya kamu itu cewek yang suka dengan
kopi?” tanya pria itu yang menatapku tajam.
“Iya,
kok kamu tau sih? Apa kamu sering lihat aku di sini? Apa kamu para normal yang
bisa nebak? Hehe gak kok bercanda,” gumam Amanda.
“Ya
kamu benar. Assh… tapi lupakan lah ya, oh iya nama kamu siapa?” tanya pria itu
sambil mengulurkan tangannya kepada Amanda.
“Namaku
Amanda. Kamu?” jawab Amanda mengulurkan tangannya pula.
“Namaku
Daffa. Nama yang cantik nan lembut seperti rasa kopi yang tersirat di dalam
hatinya. Pecinta kopi cinta, dengan rasa yang berbeda-beda. Namun perasaannya
tetap sama. Hehehe,” ucap Daffa si pria tampan yang tersenyum kepadanya.
“Ahh..
Kamu bisa aja,” kata Amanda sambil tersenyum menatapnya.
Semburat
jingga itu menyemburkan secangkir kopi cinta untukku.
Awalnya
aku hanyalah pecinta kopi yang memiliki beragam cita rasa, tetapi perasaanku
akan tetap sama. Namun, cinta itu datang membawa secangkir kopi cinta. Rasa
kopi ini berbeda, tak selagi pahitnya rasa hatiku yang tak memiliki rasa cinta.
Tapi memiliki cita rasa yang sangat kuat kepada cinta.
Lelucon,
bercanda, tertawa di sepanjang senja
coffe yang mengalunkan alunan syair puisi dan piano yang terdengar indah
mengiringi lagu cinta. Mengawali rasaku yang terbang ke angkasa.
Cinta
tak hanya dengan serangkaian mawar yang menyatuhkan dua buah hati di ujung
jalan. Tapi cinta yang mempunyai rasa indah di dalam secangkir kopi Amanda.
***
Hari
itu mengakhiri dari awal pertemuannya. Cinta yang mempunyai beragam rasa kopi.
Kini telah berpulang kepadanya. Cintanya pudar tak seindah malam. Tak seindah
senja. Tak seindah alunan syair puisi dan piano. Tak seindah mawar merah yang
menyatuhkan dua buah hati. Malam itu berganti pahit. Sepahit kopi yang telah
pudar tanpa sesendok gula yang mengawali manisnya rasa cinta.
“Hai
peri kopi yang manis, aku Daffa. Maafkan aku. Semalam itu yang telah membuatku
sedih. Malam itu aku tak bermaksud. Aku hanya ingin menunjukkan arti rasa. Aku
tak memiliki banyak waktu. Dan malam itu adalah pertemuan pertama dan terakhir
kita. Senja pun menjadi saksi atas dua buah hati yang bersatu dalam secangkir
kopi. Dan Coffe itu pun juga menjadi saksi cintaku kepadamu. Aku hanya bilang
tunggu aku ya di malam senja coffe “Fall In Love” Aku akan datang bersama dua
buah kopi rasa cinta untukmu, Love you cinta,” –pesan singkat Daffa untuk
Amanda.
“Hiks..
hiks.. hiks..,” Air matapun mengalir di wajahku membasahi pipiku. Tak pernah
kurasakan sebelumnya. Rasa cinta yang sangat dalam. Sedalam dalamnya kopi dan
sepahit pahitnya kopi yang mengakhiri malam yang indah itu. Waktu itu sangat
singkat. Tapi waktu itu membawaku lebih lama untuk mengenalnya. Namun, sekejap
rasa kopi itu menghilang saat malam itu berakhir.
***
Sudah
lama kulewati. Rasa yang tak kan pernah berubah. Rasa yang tak kan pernah
pudar. Walau aku teringat melam itu telah mengakhiri cinta yang telah pudar.
Lama ku menunggu. Dikala senja menyapaku, membawaku di dalam coffe “Fall In
Love” bersama secangkir kopi menikmati alunan syair puisi dan alunan piano itu.
Namun tak kunjung datang. Kemana cintaku berada? Kemana rasa itu terbang?
Merpati putih kembalilah kepadaku. Bawalah kopi cintamu itu.
Satu,
Dua, Tiga hari. Bahkan satu tahun telah berlalu. Tak mendengarnya. Teriakan
sang merpati tak menandakan dia kembali lagi. Mungkin dia akan benar-benar
pergi jauh dengan secangkir kopi itu. Tapi aku tak mudah melupakan waktu yang
singkat itu. Seperti aku yang tak akan mungkin melupankan secangkir kopi ini.
Apa aku harus berhenti disini menunggunya? Sudah ya cinta, aku capek menunggumu
bertahun-tahun dengan berharap kau akan kembali.
Aku
pergi... Beranjak dari tempat dudukku yang mengawali dari rasa kopi cinta itu.
“Mbak
mau kemana? Ini pesanannya ya?” tanya pelayan pria yang membawa dua buah
secangkir kopi cinta untukku. Tapi aku tak merasa memesan kopi ini.
“Tapi
ini bukan pesanan saya mbak,” jawab Amanda yang mulai lelah.
“Tapi
ini mbak yang memesan tadi,” kata pelayan itu.
“Tidak
mbak saya tidak memesannya,” jawab Amanda lagi mulai sebal dengan pelayan itu.
“Pokoknya
saya tidak mau tau mbak harus membayarnya, karna mbak tadi yang telah
memesannya,” celothe pelayan itu masih terus mengeyel.
“Tidak.
Saya tidak memesannya dan saya tidak mau membayarnya,” jawabk Amanda.
“Ada
apa ini kok ribut-ribut?” tanya seorang misterius yang bersembunyi di balik
badan.
“Ini
pak, pembeli tidak mau membayar kopi yang telah di pesannya,” jawab pelayan itu
kepada manejernya.
“Saya
tidak memesan kopi ini,” ucap Amanda dengan tegas.
“Biar
saya yang membayarnya dengan cinta,” kata seorang itu. Orang itupun berbalik
badan dan seketika mata Amanda telah di kagetkan dengan cintanya. Tak salah
Amanda mengenali jelas orang itu dan suaranya. Dia adalah Daffa kekasihnya. Dia
datang menjawab dari akhir segalanya. Cintanya membayar sebuah janji yang telah
lama pudar, dengan dua buah cangkir kopi cinta. Dan datanglah sebuah alunan music
piano dan syair puisi yang mewarnai suasana cinta. Di kala senja pun juga
menjadi saksi akhir cintanya. Dikala tempat coffe “Fal In Love” ini membawa
ruang hati masuk untukku. Di kala kopi itu telah menyatuhkan dua buah hati
cinta.
“Kini cintanya telah terjawab dengan cita
rasa secangkir kopi cinta. Namun, cinta tak hanya berupa bunga mawar merah yang
membawa dua buah hati cinta.”-Terima Kasih dengan cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar