Minggu, 15 Mei 2016

Kumpulan Cerpen Cerita Pendek


Hijrah Seorang Wanita Mualaf
Elfira Agustin
“Hijrah itu memperbaiki diri, Wanita itu selalu terlihat mempesona bagi semua lelaki jika mereka memandangnya dengan nafsu kecuali mereka yang beriman kepada rabb nya… Bagaimana cara muslimah itu memperjuangkan hijabnya sampai kesyar’i, cara muslimah itu menjaga pandangannya dan saat ini wanita berjilbab telah menjadi pemandangan sehari-hari. Sayangnya, filsofi jilbab belum banyak dipahami secara utuh oleh pemakainya. Jilbab masih dimaknai sekadar mode, tak dijadikan fungsi taklim (pengajaran), tazkiyah (penyucian), tarbiyah (pembinaan), tashfiyah (permuniaan cara pandang), dan tarqiyah (peningkatan kualitas kepribadian).”
            Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika aku harus mengenakan khimar, menutup kepala dan rambutku. Semua berawal dari ketertarikanku melihat kawan sekelasku berhijab, aku pikir mereka terlihat cantik dan anggun memadukan warna pakaian dengan khimar-nya. Dan dari sanalah aku tertarik untuk mengikuti langkah teman-temanku mengenakan busana tertutup dan memakainya. Awalnya aku hanyalah seorang wanita yang selalu mengenakan pakaian terbuka yang selalu mengundang hawa nafsu lelaki yang ingin mendekatiku.
            Perjuanganku belum dimulai, itu hanya kegemaranku mengoleksi pakaian tertutup dan khimar, perjuanganku justru dimulai ketika aku berpikir bagaimana caranya seorang wanita non muslim sepertiku bisa berhijab, apa tanggapan tetangga dan teman-teman kampusku nanti? Tapi hal ini tidak terlalu aku hiraukan, aku pikir justru mereka akan senang melihatku terlihat sama seperti mereka, dan yang aku takutkan justru keluargaku, terutama Ibu. Alasan apa yang harus aku berikan untuk Ibuku? Ingin bibir ini berkata ‘Ibu, aku ingin berhijab’ meskipun dulu niatku berhijab bukan untuk memenuhi kewajiban sebagai muslimah untuk menutup auratnya tapi hanya sekedar fashion belaka. Aku terus berpikir, hingga akhirnya aku menemukan alasan yang tepat untuk aku berhijab.
            Karena setiap hari aku berangkat ke kampus memakai kendaraan umum, yang tidak semua penumpangnya mengerti, selalu saja ada yang merokok, itu membuatku sesak dan bau karena asapnya. Dari rumah bersolek habis-habisan dan memakai minyak wangi tapi tetap saja ketika tiba di kampus wangi parfumku berubah menjadi bau asap rokok. Itulah alasanku, agar rambutku tidak bau asap rokok dan bau matahari jadi aku memutuskan menutup rambutku dengan khimar yang diam-diam aku kumpulkan selama ini.
            Hari pertama berhijab, rasanya aneh, ada sesuatu yang berlebihan di kepalaku, aku harus terus menjaganya supaya tetap rapi, kemana-mana cermin selalu aku bawa, aku takut khimarku berantakan dan aku tidak bisa merapikannya kembali. Di kampus, apa yang aku duga ternyata tidak salah, teman-temanku justru terlihat senang dengan penampilan baruku, tak sedikit dari mereka yang memujiku, dank arena pujian dari merekalah aku semakin bersemangat untuk terus berhijab.
            “Bruakk…,”
            “Maaf.. maaf saya gak sengaja, mari saya bantu,” Kata seorang wanita cantik yang mengenakan khimar sama sepertiku. Tak sengaja dia menabrakku sampai seluruh buku yang ku bawa menjadi berantakan.
            Aku tak melihatnya dan menutupi wajahku dengan khimar yang ku kenakan sambil bergegas membereskan bukuku yang berjatuhan di bawa. Wanita itu memandangiku. Ku kira dia akan mengenaliku.
            “Hei.. kamu anak baru ya? Baru pertama aku melihatmu? Masuk kelas apa?” Tanyanya sambil menatap dan tersenyum kepadaku.
            Ternyata salah, dia sama sekali tidak mengenaliku dan malah dia menganggapku murid baru dan baru pertama melihatku berada di kampus itu. Dia terus menanyaku bertubi-tubi. Namun aku hanya terdiam sejenak mendengarkan ocehannya.
            “Stop! Stop! Marwa. ini aku, Kimmy,” Kataku yang lalu ku ulurkan tanganku untuk mengunci mulutnya yang tak hentinya mengoceh.
            “Kimmy? Kamu mengenakan hijab?” Tanyanya sambil menatapku dari bawa keatas, dari atas ke bawa.
            “Iya aku mengenakan khimar ini untuk melindungiku dari panas matahari,” Ucapku tak mau jujur.
            “Kamu terlihat cantik, sungguh aku sampai tak mengenalimu,” Katanya yang memujiku laksana menjadi sebuah motivasiku yang pertama mendapat pujian dari seorang sahabatku.
Marwa adalah sahabatku dia wanita yang berbeda agama denganku tetapi dalam pertemanan kita tak memandang perbedaan.
            Lalu ku segera menjelaskan semuanya kepada Marwa atas keinginanku berhijab. Marwapun membawaku pergi ke kelas dan menunjukkan kepada teman-teman  sekelasku dengan penampilan baruku. Semuanya terlihat terpesona melihat penampilan baruku, katika aku memasuki kelas mereka melongo melihatku yang berubah dratis. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dulu aku selalu mengenakan pakaian terbuka dengan celana pendek dan pakaian yang selalu mengundang nafsu lelaki. Semua temanku mendukungku, dan memujiku. Tetapi hanya ada salah satu temannku yang malah menghinaku habis-habisan. Mungkin mereka tak menyukai diriku.
            “Hey… lo pakai hijab? Lo kan Kristen? Yang selalu membuka aurat dan menebar pesona di depan para lelaki,” Celetus Dinda teman sekelasku yang sangat membenciku. Dinda adalah anak dari pemilik donator terbesar di kampusku. Semua anak sekelas tak mungkin menegurnya. Dinda memang berbeda agama denganku dia juga beragama muslim yang juga mengenakan hijab sepertiku tetapi dia sudah sejak SMP, sedangkan aku baru sekarang. Namun itu belum sepenuhnya ku lakukan untuk menyempurnakan hijabku.
            Seiring berjalannya waktu, hidayah itu perlahan menyapaku, aku pernah mendengar bahwa fisik ini terhijab secara otomatis hatipun ikut terhijab dan hijab itulah yang akan mengekang kita untuk tidak berbuat buruk.
            Berawal dari Ibu yang mengenalkanku dengan seorang pria yang sama sekali tak terbayang olehku. Jika pria itu yang sekarang menemani hari-hariku, yang selalu membimbing aku menjadi wanita yang lebih baik.
            Sedikitpun tak ada rasa suka, cinta, apalagi sayang untuknya. Entahlah, aku tak tahu apa tujuan Ibu mengenalkan pria itu kepadaku. Bukankah Ibu menginginkanku menikah dengan pria yang memeluk agama sama seperti kita. Kata Ibu pria itu baik, bijksana, pekerja keras, dan bertanggung jawab, itu yang Ibu suka darinya meskipun kita berbeda agama.
            Aku bingung, kesal dan merasa lelah, tak tahu apa yang harus ku lakukan sementara Ibu semakin gencar mendekatkanku dengan pria itu. Hingga akhirnya aku meminta pendapat seorang sahabat, dan dia menyarankan “Sebaiknya kau turuti perinta Ibumu dan membuka hati untuk pria itu,”. Dan aku berusaha mencoba membuka hati untuk pria pilihan Ibu.
            Ketika benci itu menjadi cinta, mungkin ini kalimat yang pas untuk mewakiliku saat itu. Dulu aku yang sangat membenci pria itu justru sekarang aku sangat mengaguminya. Dan dirasa cinta itu sedikit demi sedikit mulai tumbuh. Masalah baru muncul, Ibu berbalik menyuruhku untuk tidak dekat-dekat dengan pria itu kecuali aku bisa mengajaknya memeluk agama yang kita anut. Aku bingung justru ketika aku memutuskan berhijab dan membuka hatiku untuk pria itu, ada getaran di hatiku untuk mengenal islam. Tapi aku tak kuasa mengutarakan inginku itu kepada Ibu.
            Aku tak tau dengan keinginan Ibu. Rasa ini masih terus menghantuiku. Sesuatu yang menarik-narik hatiku untuk terus mengenal islam. Dan pada akhirnya aku mengenal seorang sahabat yang selalu memotivasiku. Memberikanku semangat! Menerimaku apa adanya untuk menjadi teman baiknya! Dia bernama Firda. Wanita muslimah sholiha yang lemah lembut. Aku memintanya untuk mengajariku mengenal islam lebih jauh. Secara diam-diam untuk belajar islam di sepengetahuan ibu hingga akhirnya aktivitasku tercium oleh Ibu. Amarah semakin memuncak ketika aku mengucapkan dua kalimat syahadat dalam melaksanakan kewajibanku sebagai manusia baru, yaitu sholat. Semua itu berat untuk aku jalani, semenjak memutuskan berhijrah cobaan bertubi-tubi menghampiriku, aku merasa bahwa keberadaanku di rumah tidak di anggap, aku merasa asing dilingkungan keluargaku sendiri, diacuhkan dan di diamkan tanpa ada satu kalimat sekedar menanyakan keadaanku. Satu tahun berlalu, sunyi… sepi… itu menegurku. Tanpa ada perbincangan komunikasi bahkan canda tawa di antara kita.
            Sebagai manusia biasa yang merasa tersakiti, aku akan terus berusaha untuk mencoba bersabar. Tegar dalam menghadapi masalah ini, walau berat kulewati tetapi rasa semangatku pun tak pernah gentar menghadapinya! Allah mengajarkan untuk menghadapinya dengan sabar dan sholat sebagai penolong agar hati kita terasa tentram dan tenang.
            Oleh karena itu aku ikhlas menerima semua resikonya, meski semua mengasingkanku, tapi aku memaklumi Ibu yang ketika itu menjadi sangat membenciku.
“Iya benar, Ibu yang mana yang mau anaknya keluar dari agama yang dianggapnya benar,”.
            Puncaknya ketika aku merasa kesabaranku sudah habis, aku sudah tidak tahan berada di lingkungan yang asing ini. Aku ingin memutuskan untuk pergi dari rumah dan meninggalkan keluargaku untuk pergi berhijrah menjalankan semua kewajibanku. Mungkin itu akan merubah suasana rumah menjadi lebih baik. Dengan menghilangnya kehadiranku di rumah.. Rumah yang dulunya sangat ramai, di penuhi dengan canda tawa oleh kedua orang tuaku dan adikku kini menjadi sepi dan sunyi seakan mereka hidup berindividu. Aku pun menulis sepucuk surat, agar kedua orang tuaku tidak khawatir kalau aku akan baik-baik saja.
            Dear Keluargaku,
            Assalamualaikum wr.wb.
Maafkan Kimmy yang tak lagi mendengarmu. Maafkan segala dosa yang telah ku perbuat. Mungkin kalian semua tidak menginginkanku. Munkin kalian semua tidak menginginkanku. Aku terpaksa berbuat ini, karena ini sudak kehendak yang kuasa. Aku mendapat hidayah untuk menjalankan kehidupan baruku. Aku berharap kalian tidak membenciku, walaupun kita telah berbeda. Dan aku berharap kalian akan tetap mengingatku.
Satu hal yang kau tahu, sama sekali tidak ada rasa benci terhadap kalian. Walau tiada kata yang terucap diantara kita. Aku akan berusaha menjadi manusia yang sesungguhnya. Dan sampai pada suatu hari nanti aku akan kembali untuk membuktikan semuanya! Terima kasih, Ma, Pa. Maafkan anakmu ini. Adikku tolong jaga dirimu baik-baik dan jadilah anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan janganlah kau meniru kakakmu ini yang telah durhaka kepadanya.
Walaikum salam wr.wb.
Salam Rinduku Kimmy’s
            Perjalanku dimulai dari nol, aku pergi meninggalkan rumah dan merantau ke kota impianku Surabaya. Dulu aku sangat menginginkan kota ini, karena Ibu dan Ayah yang melarangku pergi ke kota ini. Kota asalku di Pekan Baru, dan aku benar-benar telah pergi jauh dari mereka semua. Aku mengenal kehidupan baruku bersama sahabatku Firda wanita muslimah yang selau memotivasiku dia berasal dari Kota Surabaya. Aku memutuskan tinggal di sebuah Asrama bersamanya.
SatuTahun berlalu…
            Rasa rindu pun mulai kurasakan. Aku yang kini telah berada dalam kehidupan baruku, dilingkungan baruku yang jauh berbeda dari hidupku yang sebelumnya. Tanpa alat komunikasi aku tak pernah tau bagaimana keadaan di luar sana, bagaimana kabar orang tuaku, bagaimana kabar adik-adikku, kabar sahabat-sahabatku dan kabar pria itu. Tetapi lambat laun aku bisa beradaptasi dengan lingkungan baruku, aku sudah terbiasa untuk belajar mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sendiri, aku belajar hidup mandiri dan belajar hidup sederhana. Semua berawal dari nol aku belajar islam, dari menghafalkan huruf hijaiyah, menulis dan membaca tulisan arab. Semua itu karna Firda yang membimbingku dan mengajariku.
            Seminggu yang lalu aku berjalan-jalan di suatu taman dan disana aku menemukan suasana baru yang indah dengan seluruh bunga-bunga yang harum. Aku duduk di suatu tempat sambilku membaca sebuah buku islami. Menunggu seseorang di sana.. Namun aku bertemu dengan sahabatku yang kini telah berada di Surabaya. Dia menyapaku dan sempat kita berbincamg-bincang. Dia menceritakan semua kepadaku, apa yang terjadi di kota Pekan Baru. Semuanya menjadi tentram dan nyaman sejak kepergianku. Memang benar ku pikir mereka bisa hidup tanpaku tetapi apakah tidak ada rasa rindu mereka kepadaku? Dan pada akhirnya Marwa sahabatku memberikan sepucuk surat titipan dari kedua orang tuaku. Surat itu mulai ku buka dan ku baca..
            Dear Anakku Kimmy’s,
            Hai nak? Apakabar kamu yang jauh disana dengan kehidupan barumu? Kami sekeluarga sangat merindukanmu. Rumah ini menjadi sepi.. sunyi tanpamu. Bagaikan rumah tanpa atap, sekali kehilangan satu menjadi tidak sempurna. Tiada lagi yang membuat kekacauan di rumah. Tiada lagi yang membuat perdebatan antara kamu dan adik. Tiada lagi yang membantu mengacaukan masakan Ibu. Tiada lagi yang selalu membuat ayah marah-marah setiap saat jika nilaimu jatuh. Itu akan selalu kami rindukan walau sikap dan perbuatan yang membuat kita merasa jengkel kepadamu. Kami sangat menyayangimu. Kami sekeluarga berharap jika kamu benar-benar telah menjalankan kehidupan barumu di kota barumu. Semoga kamu bisa menjadi orang dengan kepribadian yang lebih baik. Menjadi anak yang berguna bagi semua orang. Menjadi dewasa dan benar-benar mandiri tanpa menyusahkan orang lain di sekitarmu. Ingat satu hal, jangan pernah berubah menjadi power rangers yang telah sukses dan melupakan kami semua yaa! Miss you, sayang.
Salam Hangat Keluarga Tercinta
            Aku sangat terharu membacanya, aku sangat senang jika mereka masih menganggapku sebagai anaknya. Aku masih dapat melihat mereka marindukanku walau hanya dalam bentuk tulisan kecil ini. Tetapi itu membuatku tenang. Dan aku berkata dalam hati, setelah aku selesai membaca surat dari keluargaku di Pekan Baru,”Ma.. pa.. dik.. kakak sudah menjadi anak yang telah kau inginkan, maafkan Kimmy jika dulu pernah menyakiti hati kalian, dan Kimmy janji akan kembali untuk menyambung silaturahmi kepada kalian dan Kimmy juga sangat merindukan kalian,”
            “Terima kasih Marwa kamu telah menyampaikan pesan mereka kepadaku,” Ucapku yang lalu memeluknya sambil menumpahkan rinduku kepadanya.
            Marwa pun menangis, aku tak tau kenapa dia tiba-tiba menangis saat aku memeluknya.
            “Kim.. Apa kamu sudah tau?” Tanya Marwa tersedu-sedu.
            “Kenapa Mar?” Jawabku merasa bingung.
            “Kak Firda.. Kimm,” Kata Marwa terputus-putus.
            “Ada apa dengan kak Firda Kim?” Tanyaku khawatir.
            “Kak Firda semalam menitipkan ini kepadaku, dan dia pergi ke rumah orang tuanya di Malang sana, tetapi apa yang terjadi? Kak Firda mengalami kecelakaan Kim saat di perjalanan dan sekarang kak Firda telah meninggal dunia,” Jelas Marwa sambil menangis dan memberika sebuah kotak merah jambu kepadaku titipan Kak Firda.
            Akupun histeri ketika mendengar berita itu dari Marwa. Baru kemarin aku bersamanya masih tertawa dan bergurau tetapi dengan waktu yang singkat Allah telah mengambilnya dan di tempatkan ke tempat yang jauh di sana ‘Surga’.
            Aku menangis dan memeluk Marwa. Banyak kenangan yang telah kita lewati. Karenanya aku bisa menjadi seorang wanita muslimah yang jauh lebih baik. Aku membuka sebuah kotak merah itu dan didalamnya terdapat sepucuk surat dan sebuah hijab untukku. Aku mulai membaca isi surat itu sambil bergemetaran tanganku ketika membuka isi surat itu.
            Dear Kimmy’s,
            Assalamualaikum wr.wb.
            Kimmy, maaf kak Firda gak sempat pamit ke kamu. Kakak menitipkan sebuah kotak berwarna merah ini kepada Marwa untukmu. Dan semoga sampai kepada kamu dan kamu juga membaca surat ini. Kakak mau ke Malang beberapa hari ini, karena orang tua kakak yang sedang sakit. Ada sebuah hijab untukmu. Sebenarnya sudah lama aku menyimpannya untukmu. Aku selalu lupa untuk memberikannya.
            Semoga kamu suka ya..
            Dan semoga kamu selalu mengenakan hijab itu untuk mengingat kakak. Saat kelak kakak tidak bisa kembali lagi bersamamu.
Wasalamualaikum wr.wb.
Salam Firda
            Sedih. Itulah yang ku rasa saat ini. Orang-orang yang ku sayangi kini telah pergi. Setelah aku pergi meninggalkan orang-orang yang ku sayang kenapa orang yang ku hampiri kini juga meninggalkanku. Walau terasa berat hari-hariku tanpanya. Tetapi beliau telah membekaliku kehidupan yang lebih baik. Mungkin aku harus mengikhlaskannya. Semoga Allah menempatkannya di sisi orang-orang yang beriman.
            Terima kasih telah menjadi kakak terbaik Kimmy’s. Kimmy’s akan merindukanmu termasuk merindukan semua orang-orang yang ku sayang baik itu yang pergi dan kutinggalkan untuk mencari hidup yang sesungguhnya.
            Kesulitan sebesar apapun akan terasa wajar bagi jiwa yang penuh syukur, karena bukan kebahagiaan yang menjadikan kita bersyukur, tetapi rasa syukurlah yang membuat kita bahagia. Jiwa yang merasa bersyukur akan bahagia, bahkan diatas masalah.
            Jika tidak merasa bersyukur, semua yang baik dan indah menjadi buruk dan menyakitkan. Kemana pun kita pergi, terasa seperti penuh penderitaan, tiada hari tanpa gelisah, tiada hari tanpa kejenuhan, bukan hidup yang membuat kita jenuh. Tetapi ketiadaan rasa syukur yang membuat semuanya terasa buruk dan menjenuhkan.
             Sekecil apapun masalah yang ku hadapi akan terasa besar dan membuat kita selalu mengeluh, jiwa yang malas tetap tersesat meskipun sudah sampai jiwa yang tamak tetap mengeluh di atas kekayaan.
“Be Grateful for What You Have and Stop Complaining,”

Dapatkan Buku kumpulan cerpennya di toko buku Padmedia :)
Facebook : https://www.facebook.com/Elfira328
Instragram : https://www.instagram.com/elfiragustin21/

Kamis, 12 Mei 2016

Kumpulan Cerpen


‘Adakah Waktu Untuk Ibu ?’
Elfira Agustin
            ‘Ketika waktu memisahkan kita, jarak dekat ku inginkan bersamamu. Walau kau tak menginginkan waktuku bersamamu, karena kesibukanmu yang tak terhitung. Ketika aku mencari perhatianku kepadamu, kau tak menginginkan rasa itu lagi. Aku menyadari kesibukanmu, tapi hendaklah kau mengingatku sejenak untuk meluangkan sedikit waktumu untukku.’ Rasa rindu seorang Ibu kepada anaknya untuk sedikit meluangkan waktunya bersamanya.
            Alkisah seorang mahasiswa perguruan tinggi di Surabaya, dia bernama Iqbaal berusia 19 tahun yang mempunyai segudang kesibukan. Di akhir kariernya yang sedang meledak, dan banyaknya kegiatan yang di ikutinya, membuat dirinya tak bisa meluangkan sedikit waktunya dirumah. Iqbaal tinggal bersama Ibunya. Ayahnya yang telah meninggal sejak masa kecilnya dan ibunya yang menafkahinya hingga Iqbaal kuliah. Namun karena kepandaihannya dia mendapat beasiswa untuk kuliah gratis semester pertama. Dia adalah anak satu-satunya kebanggaan Ibunya. Tak mempunyai keluarga lain atau saudara karena ibu sudah terbiasa hidup mandiri menafkahiku. Saudara? Sudah bertahun-tahun ini aku dan Ibu tak pernah melihat saudara ibu atau pun saudara dari ayah. Hidup kita yang sederhana di pandang lain olehnya. Sejak kakek dan nenek meninggal semua keluarga besar bubar! Tidak ada yang namanya saudara dalam hidupku! Yang ku kenal hanyalah teman baik di kampusku. Tetapi aku lebih asyik hidup sendiri di kediamanku bersama ibu.
            Ketika itu Iqbaal yang sedang asyik menikmati hari liburnya di rumah. Menonton tv sambil memainkan gadgetnya. Channel tv Tom and Jerry film kesukaannya.
            “Iqbaal lihat deh hp ibu,” Ucap ibu yang menghampiriku duduk di sampingku.
            “Sama enggak sama hpnya Iqbaal?”Jawab Iqbaal sambil melirik kearah Ibu.
            “Iya dong, ibukan beli baru,”Kata ibu sambil tersenyum melihat hp barunya.
            “Hmm… tapi Baal ibu bingung nih, cara nyalainnya gimana?”Gumam ibu sambil melihat dan membolak-balik hpnya.
            “Lihat di sini ada tombol samping sebelah kanan trus pencet dulu, dan kalau buka kunci di tombol ini juga,”Kata Iqbaal sambil menunjukkan tombol hpnya.
            “Oh.. gitu! Gampang ya Baal ternyata,”Jawab Ibu sambil tersenyum.
            Suatu hari kehidupan Iqbaal berubah, ponsel miliknya tak hentinya berdering, semua itu bermula sejak satu minggu yang lalu. Sejak Ibunya mempunyai smartphone baru, awalnya Iqbaal hanya ingin supaya ia mudah menghubungi Ibunya. Namun, setelah berjalannya waktu Ibu semakin menyebalkan. Tak jarang Ibu menelfon untuk hal-hal yang tidak penting dan selalu menggangguku saat aku dirumah dengan bertanya bagaimana cara menyimpan video masak dari internetlah, cara mengedit gambar yang ia fotolah, bahkan hanya untuk mengganti wallpaper smartphonenya saja ia bertanya kepadaku.
            “Baal ini ada yang harus kamu data ya, segera di data si bos minta datanya secepatnya,”Ucap salah satu teman rekan kerjaku.
            “Okee,”Jawabku yang mulai mendata semua barang-barang yang baru datang.
            Tiba-tiba hp ponselku berdering…
            “Ting… Tung… Ting… Tung…,”
            “Ibu..,”Lirihku yang lalu mengangkat telpon dari Ibu.
            “Hallo iya bu ada apa?”Tanyaku ketika mengangkat telpon dari Ibu sambil menulis datanya.
            “Iqbaal ibu kangen nih, kamu masih lama ya pulangnya? Kamu sedang apa baal? Sudah makan apa belum baal?”Tanya Ibu.
            “Iqbaal lagi sibuk buk, iqbaal masih kerja, tadi sudah makan kok,”Jawab Iqbaal.
            “Ohh… yaudah deh baal nanti Ibu mau titip martabak di tempat biasa ya kalau kamu sudah pulang, jangan lupa beliin ya baal,”Kata Ibu.
            “Iya bu, iqbaal mau kerja dulu ya bu,”Jawabku yang lalu ku tutup ponsel hpku.
            “Tid.. Tiid… Tidd…,”
            “Iqbaal.. Ibu kangen sama iqbaal, Ibu ingin kita bisa kumpul lagi kayak dulu,”Lirih Ibu yang sedang memandangi foto Iqbaal yang ada di gallery hpnya.
            Sore pun tiba... Hari mulai menjelang malam, sunset yang terlihat indah dengan semburat jingga yang mewarnai langit, seorang gadis yang terlihat cantik dan seorang photographer yang mempersiapkan posisinya untuk mulai memotret.
            “Ting… Tung… Ting… Tung…,” Tiba-tiba suara hpku berdering lagi. Mungkin ini dari Ibu, dan aku pun mulai mengangkatnya.
            “Hallo…?”Kataku.
            “Iqbaal belum pulang ya? Titipan Ibu jangan lupa ya, Oiya Baal tadi ibu masak dan Ibu lihat resep masakan di google tapi Ibu mau cari aplikasinya itu di mana ya Baal nanti tolong bantuin Ibu ya Baal buat download aplikasinya,”Kata Ibu yang tak hentinya bertanya kepadaku.
            “Iya… bu, Iqbaal masih motret jangan ganggu Iqbaal ya bu, bye,”Kataku tanpa basa-basi langsung ku tutup ponsel hpku.
            “Iqbaal ini sudah siap kok belum dipotret sih,”Ucap gadis yang sedang berpose dengan gayanya.
            “Iya bentar tadi Ibuku telpon,”Jawabku yang lalu segera memotret sunset dengan sang model cantik. Aku segera ambil angel yang bagus untuk ku dapatkan hasil foto yang keren.
***
            Jam telah menunjukan pukul 22.00 wib. Aku segera pulang ke rumah..
            “Tok.. Tok.. Tok..,” Aku mengetuk pintu rumah.
            “Iqbaal,”Ucap Ibu.
            Dengan raut wajah yang sangat lelah, membuatku ingin segera berbaring ke ranjang tidurku, mataku yang tak tahan lagi untuk melihatnya dan segeraku masuk untuk menuju kamar kecilku tanpaku menghiraukannya.
            “Baal martabak Ibu mana? Kamu kok gak bawa apa-apa? Kamu lupa beliin martabak untuk Ibu ya?”Ucap Ibu yang menagih martabak pesanannya kepadaku.
            “Hmm… Iqbaal lupa bu, tadi gak sempet beli, hari ini ada banyak yang harus di kerjakan lain kali ya bu,”Lirihku yang telah tertidur di kamar kecilku tanpaku lepaskan sepatu, tas yang ku lemparkan tanpa melihat arahnya, dan terdengar suara kecil dari tidurku yang telah berada di dunia mimpi.
            Lagi-lagi Iqbaal lupa tak membelikan pesanan Ibunya. Tak hanya sekali dua kali dan bahkan sudah berkali-kali Iqbaal selalu pulang larut malam, datang-datang pun langsung tertidur tanpa melepaskan semuanya. Makananpun yang telah Ibu persiapkan untuk makan malam bersamanya pun tak lagi ada Ibu tak nafsu untuk memakannya sendirian tanpa Iqbaal. Ibu segera pergi ke kamar Iqbaal untuk merapikan barang-barangnya yang berserakan di mana-mana, sepatunya yang di bantu oleh Ibunya untuk melepaskannya dan menyelimutinya dengan sebuah kain hanyat di tubuhnya.
            “Kasihan anakku… dia sangat kecapekan,”Lirih Ibu.
            Betapa besarya kasih sayang seorang Ibu dengan anaknya, perhatiannya yang tak kunjung lepas, walaupun permintaannya tak pernah terwujudkan. Hatinya begitu tulus, mencintainya dan menyayanginya. Tak lagi ada di dunia ini yang di milikinya selain anak semata wayangnya itu.
            Hari pun mulai secerah hati seorang Ibu yang tak kenal lelah menyayangiku.
“Selamat pagi Baal, anak Ibu yang ganteng sudah bangun,”Kata Ibu yang sedang mempersiapkan makanan Iqbaal.
            “Pagi.. Bu,”Jawabku sambil menebar senyuman kepada Ibu.
            “Hmm… roman-romannya ini bau masakan kesukaan Iqbaal ya bu,”Gumam Iqbaal yang menuju ke tempat makan.
            “Iya dong ibu masakin makanan kesukaan kamu nih, yuk kita sarapan pagi,”Ajak Ibu yang lalu beranjak mengambilkan makanan untuk Iqbaal.
            Suasanapun menjadi hening ketika aku asyik menikmati makan pagiku dengan sesuap sendok secepat langkahku. Ibu yang sedang makan sambil memandangiku dengan tatapan tajam matanya yang membuatku berhenti makan sejenak tertatap olehnya. Aku tersenyum kepadanya… Dia begitu cantik pagi ini. Semangatnya tak pernah luntur untukku. Aku sangat bahagia punya dia. Taka da yang bisa ku lakukan untuk membuatnya bahagia saat ini hanyalah kekecewaan untuknya.
            “Bu… Maafin Iqbaal ya…,”Ucapku sambil merasa bersalah atas kejadian tadi malam.
            “Maaf untuk apa sayang,”
            “Maaf untuk segala-galanya Iqbaal udah beberapa kali ini membuat Ibu kecewa,”Ucap Iqbaal sambil tertunduk.
            Ibupun berdiri dari tempat duduk makannya dan segera mendekatiku.
            “Sayang ibu gak papa kok, Iqbaal adalah kebanggaan Ibu, jadi jangan buat Ibu sedih ya, Iqbaal harus tetap tersenyum, kalau Iqbaal sedih Ibu juga sedih,”Kata Ibu sambil mendekapku dari belakang.
            Aku tersenyum mendengarnya, dia tak pernah lelah sedikitpun. Memberikanku berjuta semangat dan berjuta motivasi untukku.
            “Bu.. Iqbaal mau berangkat ke kampus dulu ya bu,”Ucap Iqbaal tak lupa untuk mencium tangan Ibunya.
            “Jangan pulang malam-malam ya Baal,”Kata Ibu kepada Iqbaal.
            Kini Iqbaal hatinya merasa tenang, tiada lagi hal yang membuatnya berpikir karena setiap dirinya pernah berbuat salah kepada seorang wanita sesekali itu adalah Ibunya dia merasa dirinya tak berarti lagi di dunia ini.
            Tak lama kemudian Ibunya yang masih terus menghubunginya dan terus menelponnya di sela kesibukan Iqbaal saat ini, dengan hal yang tak penting baginya. Karena amarah luar yang membuatnya tak tahan dengan kondisinya yang sangat lelah dan kesal. Sampai suatu saat     Iqbaal tak sengaja membentak hatinya dengan perkataanku yang tak kusadari.
            “Ting…Tung…Ting…Tung…,”
            “Hallo,”Ucap Iqbaal yang mengangkat telpon hpnya.
            “Iqbaal kamu lagi apa nak? Sudahh makan apa belum? Ibu tadi masak buat kamu nak, Oiya Ibu tadi habis download aplikasi kamera model anak muda sekarang nak yang lagi gaul, bagus banget tau, kapan yuk kita foto bareng,”Kata Ibu yang tak hentinya menghubungi Iqbaal.
“Ibu, stop! Stop menghubungi Iqbaal untuk hal yang gak penting. Iqbaal capek tau gak, dan ibu tau Iqbaal itu lagi sibuk, sekarang Iqbaal lagi ada diskusi kalau Ibu menghubungi Iqbaal ada waktunya dan di rumah nanti kan bisa,”Bentakku kepada Ibu yang tak sengaja keluar dari amarahku.
“Iqbaal telpon dari siapa itu? Kamu tau kan kita lagi rapat? Dan peraturannya tau kan?”Kata Dosenku yang menegurku.
“Hm… iya pak maaf sebentar ini ada telpon dari Ibu saya,”Jawabku yang sedikit meminggirkan hpku.
“Nak kamu lagi sibuk ya? Maafin ibu ya? Kamu di marahin sama Dosen ya? Yaudah kamu lanjutkan saja,”Jawab Ibu yang lalu menutup ponsel hpnya.
“Tuddd… Tudd… Tudd…,”
Sejak perkataanku itu, ponsel milikku tak lagi berdering. Sepi, ponselku seperti piano yang merindukan sang melodi.
Iqbaal menuju perpustakaan dan hari ini waktunya untuk mencari buku tugas kuliahnya. Sudah 3 jam Iqbaal membaca seluruh buku yang ada di perpustakaan. Dia mulai mengechek ponsel hpnya tak ada kabar yang selalu menggangguku.
“Ting… Tung… Ting… Tung…,” Tiba-tiba ponsel hpku yang tergeletak di lantai sambil ku pandangi kabar darinya pun berdering. Aku tau ini pasti Ibu. Ku angkat telpon dari Ibu dengan penuh gembira.
“Hallo, Ibu.. Lagi apa bu? Sudah makan apa belum, Iqbaal kangen bu..,”Kata Iqbaal.
“Hallo Baal ini gue Rizky, lo dimana? Jadi ke rumah gue  enggak? Ini barang lo jadi di ambil enggak?”Tanya Rizky yang ku kira itu adalah Ibuku.
“Oh… Rizky iya bentar lagi gue kerumah lo kok, tungguin gue ya,”Jawab Iqbaal yang lalu menutup ponsel hpnya.
Satu hari ku lewati, dua, tiga, bahkan seminggu ibu benar-benar tidak menggangguku lagi. Rasa rindu akan perhatian dari Ibu pun datang, aku mulai mengecek ponselku. “it’s true the chat from my mom?” aku mulai membuka isi pesan tersebut, ada sebuah video pendek yang sangat membuatku terharu.
“Iqbaal.. Iqbaal jangan capek ya nak sama ibu. Iqbaal tau gak? Ibu Cuma mau ngasih tau kalo Ibu ngerti cara download video, cara save gambar, cara mengedit foto untuk dimasukan ke Instagram. Followers Ibu sekarang sudah 200k hehe kalah sama Instagram kamu. Iqbaal, sebenernya Ibu bukannya ingin ganggu kamu. Tapi Ibu pengen punya waktu aja sama kamu. Soalnya kamu sibuk banget sih sekarang, pulangnya malem terus. Iqbaal ibu minta Iqbaal jangan marah ya sama Ibu. Ibu kangen banget punya waktu sama Iqbaal” Sejak saat itu aku sadar kegunaan smartphone sangat berguna untuk kedekatanku dengan ibuku. Dengan waktuku yang sangat padat. Aku bisa videocall dikampus saat jam istirahat. Aku bisa melihat kegiatan Ibu dirumah dan diluar rumah, Jadi… kapan kamu luangkan waktu untuk Ibumu hanya sekedar mengobrol?
“Aku akan segera pulang bu, aku juga kangen sama Ibu,”Lirihku, Air mataku tak tahan lagi aku menangis dalam diamku, dan benar-benar ku rasakan indahnya bila di perhatikan dengan tidak ada kabar sama sekali darinya. Aku segera bergegas untuk pulang ke rumah, dan tak lupa untukku membelikan sebuah martabak kesukaan Ibu yang telah lama di inginkannya tapi tak kunjung ku belikan.
Diperjalanan aku merasa gelisa, aku ingin sekali memeluknya, ingin sekali segera bertemu dengannya, menatapnya, menatap senyumnya dan tatapan tajam matanya kepadaku. Rasa ini semakin menghantuiku.. Entah apa yang akan terjadi nanti. Seolah aku takut kehilangannya. Ada apa ini? Ada apa denganku?
“TINNN…,”Tiba-tiba mobil yang ku kendarai mengerem mendadak akibat hamper ku menabrak seorang nenek tua yang sedang menyabrang di jalanan. Segeraku menolongnya dan keluar dari mobil.
“Nek.. Nenek tidak apa-apa kan? Maafin Iqbaal nek, Iqbaal gak sengaja,”Ucap Iqbaal yang lalu membantu sang nenek menyabrang menuju tempat tujuan.
“Terima kasih cu.., kamu terlihat gelisa cu…, lebih baik kamu segera pulang cu..., nenek permisi dulu cu…,”Nenek itu tau apa yang sedang ku rasakan saat ini. Seolah-olah dia memberiku suatu petunjuk aka nada hal yang terjadi padaku. Tapi apa? Pikiranku terus terbanyang oleh wanita itu. Wanita yang selalu menyayangiku. Dia tidak menelponku lagi.
Saat tiba di rumah… Rumah ini terasa sepi, sunyi dan tak ada penghuninya, lampu pun redup. Tak biasa aku melihat rumah ini tampak sepi, sunyi dan lampunya pun juga redup. Biasanya aku mendengar suara lagu-lagu Ibu dari ponsel hpnya dengan suara merdunya itu. Aku segera masuk kedalam, ku nyalakan semua lampu dan ku cari-cari Ibu di sekeliling rumah.
“Ibu… Ibu… Iqbaal pulang nih, Iqbaal gak jadi pulang malam, dan Iqbaal mau meluangkan waktu berdua untuk Ibu, ini Iqbaal bawain martabak kesukaan Ibu.., Ibu dimana?”Teriak Iqbaal yang mengelilingi ruang tamu, dan dapur. Tapi Ibu tidak ada? Kemana Ibu? Mungkin di kamar.
“Ibu……..,”Teriakku histeri dan berlonjak untuk menghampiri Ibu yang tergeletak di lantai.
“Ibu… ibu bangun ini Iqbaal pulang, Iqbaal janji gak bakalan pulang malam lagi bu, Iqbaal bawain martabak untuk Ibu, Bu bangun jangan tinggalin Iqbaalll….,”Kataku histeri melihat Ibu yang tak lagi sadarkan diri dan tergeletak di lantai. Disitu aku menemukan ada obat-obatan yang sama sekali ku tak ketahui.
“Obat apa ini? Ibu sakit? Sakit apa? Kok Iqbaal tidak tau? Aku harus membawa Ibu ke rumah sakit.. iya harus secepatnya,”Iqbaal yang tak menghiraukan sekelilingnya dan bergegas menuju ke mobil untuk membawa Ibu ke rumah sakit. Saat tiba di rumah sakit Iqbaal menggendong Ibu dan di teriaknya Suster perawat di rumah sakit.
“Suster… Sus, tolong bantu saya Ibu saya sakit,”Teriak Iqbaal yang membutuhkan pertolongan suster dan segera suster membawanya ke ruang IGD untuk melakukan perawatan medis dengan dokter.
Iqbaal pun sedih dan menangis dalam dirinya dia sangat menyesal. Tiada lagi di dunia ini yang dia miliki. Wanita itu adalah orang special di dalam hidupnya. Dia tak pernah lelah memberi sepucuk perhatiannya kepadaku. Jika dia tiada, siapa yang menyayangiku dengan tulus dan penuh sabar?? Tidak semua itu tidak akan terjadi!
Iqbaal teringat sesuatu dia tadi menemukan sepucuk surat di genggaman tangan Ibu dan hpnya yang di bawa oleh Iqbaal. Segera untuk mengambilnya dari sakunya sepucuk surat itu bertuliskan..
Dear Iqbaal Anakku Sayang,
            Maafin Ibu nak jika Ibu pernah membuat Iqbaal kesal. Ibu hanya ingin waktu bersama Iqbaal. Ibu kangen sama Iqbaal. Satu hal yang ingin Ibu katakana kepada Iqbaal. Mungkin hidup Ibu sudah tak lama lagi.. Ibu mengidam penyakit kangker. Ibu minta maaf telah menyembunyikan semua ini kepada kamu. Karena Ibu gak mau akan mengganggu kuliah dan karier kamu yang sedang melunjak saat ini. Ibu hanya ingin Iqbaal tersenyum dan bahagia. Melihat anak kebanggaan Ibu sukses. Sudah itu saja yang bisa Ibu katakana kepadamu nak… Selamat Tinggal Iqbaal! Jaga diri kamu baik-baik ya nak. Jangan lupa makan! Oiya satu hal lagi lihat di ponsel hp ibu ada video kenang-kenangan kita dulu. Tadi ibu mengeditnya menjadi sebuah video yang indah. Semoga kamu suka ya nak J
Salam Ibu Tercinta
“Ibuuu….,”Aku menangis histeri. Air mata yang terjatuh di pipiku membasahi seluruh tubuhku.
***
“Iqbaal… Iqbaal… ada apa nak? Bangun nak ini sudah pagi, kamu gak kuliah kah?”Suara kecil dan lembut itu masih ku dengar dan aku sangat mengenalinya. Dia wanita yang menyayangiku. Dia Ibuku.
“Ibu…,”Aku yang terlonjak memeluk Ibu ketika ku buka mata perlahan-lahan ini melihat ibu yang berada di depanku.
“Ibu tidak apa-apa kan? Ibu sakit kangker ya? Ayo kita kedokter bu,”Ucapku segera mengajak Ibu untuk pergi ke dokter.
“Nak sadar nak… Ibu gak papa, Ibu gak sakit kangker, kamu ngigo ya?”Tanya Ibu heran.
“Astagfirrullahaladzim… ternyata ini cuma mimpi, Iqbaal benar-benar gak ingat dengan apa yang semalam terjadi,”Ucap Iqbaal.
“Apa yang terjadi padamu nak? Semalam kamu pulang jam 8 lebih sore dari biasanya dan kamu membawakan ibu martabak, tetapi kamu langsung menuju kekamar karena terlihat kecapean ibu menyelimutimu yang telah tidur, dan ibu senang sekali sama martabaknya,”Kata Ibu bahagia dan tersenyum kepada Iqbaal.
“Semalam aku mimpi Ibu meninggalkan Iqbaal, kalau Ibu sakit kangker dan ibu tiba-tiba tak sadarkan diri di kamar, Iqbaal sedih, gak ada lagi wanita seperti Ibu yang menyayangiku dan merhatikanku, Maafin Iqbaal bu, dan Ibu kangen Ibu,”Ucap Iqbaal yang lalu memeluk erat Ibunya.
“Iqbaal.. ibu gak akan pergi, Ibu gak akan ninggalin kamu sendirian, Ibu sayang sama Iqbaal,”Jawab Ibu yang juga memelukku dengan erat dan penuh kasih sayang.
“Yaudah bu.. Iqbaal hari ini Free tidak ada jadwal lain dan hari ini Iqbaal mau jalan-jalan sama Ibu, Iqbaal mau berdua sama Ibu,”Kata Iqbaal sambil tersenyum kepada Ibunya.
“Sungguh? Yaudah ayo kita siap-siap!”Jawab Ibu bahagia.
Waktu? Terkadang ini sulit untuk seorang anak yang mempunyai banyak kesibukan dan membagi sedikit waktunya untuk ibunya. Jangan sia-siakan waktu jika belum terlambat! Karna suatu hari kamu akan menyesal jika tak bersamanya lagi! Bermain dengan waktu yang sulit di tebak itu bisa menghancurkanmu jika tak pandai-pandai memanfaatkannya J
Kapan lagi kamu bisa meluangkan waktumu untuk seorang Ibu? Ayah? Keluarga? Sahabat? Teman? Dan tak hanya pacar loh? Hehehe.
-THE END-