Minggu, 15 Mei 2016

Kumpulan Cerpen Cerita Pendek


Hijrah Seorang Wanita Mualaf
Elfira Agustin
“Hijrah itu memperbaiki diri, Wanita itu selalu terlihat mempesona bagi semua lelaki jika mereka memandangnya dengan nafsu kecuali mereka yang beriman kepada rabb nya… Bagaimana cara muslimah itu memperjuangkan hijabnya sampai kesyar’i, cara muslimah itu menjaga pandangannya dan saat ini wanita berjilbab telah menjadi pemandangan sehari-hari. Sayangnya, filsofi jilbab belum banyak dipahami secara utuh oleh pemakainya. Jilbab masih dimaknai sekadar mode, tak dijadikan fungsi taklim (pengajaran), tazkiyah (penyucian), tarbiyah (pembinaan), tashfiyah (permuniaan cara pandang), dan tarqiyah (peningkatan kualitas kepribadian).”
            Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika aku harus mengenakan khimar, menutup kepala dan rambutku. Semua berawal dari ketertarikanku melihat kawan sekelasku berhijab, aku pikir mereka terlihat cantik dan anggun memadukan warna pakaian dengan khimar-nya. Dan dari sanalah aku tertarik untuk mengikuti langkah teman-temanku mengenakan busana tertutup dan memakainya. Awalnya aku hanyalah seorang wanita yang selalu mengenakan pakaian terbuka yang selalu mengundang hawa nafsu lelaki yang ingin mendekatiku.
            Perjuanganku belum dimulai, itu hanya kegemaranku mengoleksi pakaian tertutup dan khimar, perjuanganku justru dimulai ketika aku berpikir bagaimana caranya seorang wanita non muslim sepertiku bisa berhijab, apa tanggapan tetangga dan teman-teman kampusku nanti? Tapi hal ini tidak terlalu aku hiraukan, aku pikir justru mereka akan senang melihatku terlihat sama seperti mereka, dan yang aku takutkan justru keluargaku, terutama Ibu. Alasan apa yang harus aku berikan untuk Ibuku? Ingin bibir ini berkata ‘Ibu, aku ingin berhijab’ meskipun dulu niatku berhijab bukan untuk memenuhi kewajiban sebagai muslimah untuk menutup auratnya tapi hanya sekedar fashion belaka. Aku terus berpikir, hingga akhirnya aku menemukan alasan yang tepat untuk aku berhijab.
            Karena setiap hari aku berangkat ke kampus memakai kendaraan umum, yang tidak semua penumpangnya mengerti, selalu saja ada yang merokok, itu membuatku sesak dan bau karena asapnya. Dari rumah bersolek habis-habisan dan memakai minyak wangi tapi tetap saja ketika tiba di kampus wangi parfumku berubah menjadi bau asap rokok. Itulah alasanku, agar rambutku tidak bau asap rokok dan bau matahari jadi aku memutuskan menutup rambutku dengan khimar yang diam-diam aku kumpulkan selama ini.
            Hari pertama berhijab, rasanya aneh, ada sesuatu yang berlebihan di kepalaku, aku harus terus menjaganya supaya tetap rapi, kemana-mana cermin selalu aku bawa, aku takut khimarku berantakan dan aku tidak bisa merapikannya kembali. Di kampus, apa yang aku duga ternyata tidak salah, teman-temanku justru terlihat senang dengan penampilan baruku, tak sedikit dari mereka yang memujiku, dank arena pujian dari merekalah aku semakin bersemangat untuk terus berhijab.
            “Bruakk…,”
            “Maaf.. maaf saya gak sengaja, mari saya bantu,” Kata seorang wanita cantik yang mengenakan khimar sama sepertiku. Tak sengaja dia menabrakku sampai seluruh buku yang ku bawa menjadi berantakan.
            Aku tak melihatnya dan menutupi wajahku dengan khimar yang ku kenakan sambil bergegas membereskan bukuku yang berjatuhan di bawa. Wanita itu memandangiku. Ku kira dia akan mengenaliku.
            “Hei.. kamu anak baru ya? Baru pertama aku melihatmu? Masuk kelas apa?” Tanyanya sambil menatap dan tersenyum kepadaku.
            Ternyata salah, dia sama sekali tidak mengenaliku dan malah dia menganggapku murid baru dan baru pertama melihatku berada di kampus itu. Dia terus menanyaku bertubi-tubi. Namun aku hanya terdiam sejenak mendengarkan ocehannya.
            “Stop! Stop! Marwa. ini aku, Kimmy,” Kataku yang lalu ku ulurkan tanganku untuk mengunci mulutnya yang tak hentinya mengoceh.
            “Kimmy? Kamu mengenakan hijab?” Tanyanya sambil menatapku dari bawa keatas, dari atas ke bawa.
            “Iya aku mengenakan khimar ini untuk melindungiku dari panas matahari,” Ucapku tak mau jujur.
            “Kamu terlihat cantik, sungguh aku sampai tak mengenalimu,” Katanya yang memujiku laksana menjadi sebuah motivasiku yang pertama mendapat pujian dari seorang sahabatku.
Marwa adalah sahabatku dia wanita yang berbeda agama denganku tetapi dalam pertemanan kita tak memandang perbedaan.
            Lalu ku segera menjelaskan semuanya kepada Marwa atas keinginanku berhijab. Marwapun membawaku pergi ke kelas dan menunjukkan kepada teman-teman  sekelasku dengan penampilan baruku. Semuanya terlihat terpesona melihat penampilan baruku, katika aku memasuki kelas mereka melongo melihatku yang berubah dratis. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dulu aku selalu mengenakan pakaian terbuka dengan celana pendek dan pakaian yang selalu mengundang nafsu lelaki. Semua temanku mendukungku, dan memujiku. Tetapi hanya ada salah satu temannku yang malah menghinaku habis-habisan. Mungkin mereka tak menyukai diriku.
            “Hey… lo pakai hijab? Lo kan Kristen? Yang selalu membuka aurat dan menebar pesona di depan para lelaki,” Celetus Dinda teman sekelasku yang sangat membenciku. Dinda adalah anak dari pemilik donator terbesar di kampusku. Semua anak sekelas tak mungkin menegurnya. Dinda memang berbeda agama denganku dia juga beragama muslim yang juga mengenakan hijab sepertiku tetapi dia sudah sejak SMP, sedangkan aku baru sekarang. Namun itu belum sepenuhnya ku lakukan untuk menyempurnakan hijabku.
            Seiring berjalannya waktu, hidayah itu perlahan menyapaku, aku pernah mendengar bahwa fisik ini terhijab secara otomatis hatipun ikut terhijab dan hijab itulah yang akan mengekang kita untuk tidak berbuat buruk.
            Berawal dari Ibu yang mengenalkanku dengan seorang pria yang sama sekali tak terbayang olehku. Jika pria itu yang sekarang menemani hari-hariku, yang selalu membimbing aku menjadi wanita yang lebih baik.
            Sedikitpun tak ada rasa suka, cinta, apalagi sayang untuknya. Entahlah, aku tak tahu apa tujuan Ibu mengenalkan pria itu kepadaku. Bukankah Ibu menginginkanku menikah dengan pria yang memeluk agama sama seperti kita. Kata Ibu pria itu baik, bijksana, pekerja keras, dan bertanggung jawab, itu yang Ibu suka darinya meskipun kita berbeda agama.
            Aku bingung, kesal dan merasa lelah, tak tahu apa yang harus ku lakukan sementara Ibu semakin gencar mendekatkanku dengan pria itu. Hingga akhirnya aku meminta pendapat seorang sahabat, dan dia menyarankan “Sebaiknya kau turuti perinta Ibumu dan membuka hati untuk pria itu,”. Dan aku berusaha mencoba membuka hati untuk pria pilihan Ibu.
            Ketika benci itu menjadi cinta, mungkin ini kalimat yang pas untuk mewakiliku saat itu. Dulu aku yang sangat membenci pria itu justru sekarang aku sangat mengaguminya. Dan dirasa cinta itu sedikit demi sedikit mulai tumbuh. Masalah baru muncul, Ibu berbalik menyuruhku untuk tidak dekat-dekat dengan pria itu kecuali aku bisa mengajaknya memeluk agama yang kita anut. Aku bingung justru ketika aku memutuskan berhijab dan membuka hatiku untuk pria itu, ada getaran di hatiku untuk mengenal islam. Tapi aku tak kuasa mengutarakan inginku itu kepada Ibu.
            Aku tak tau dengan keinginan Ibu. Rasa ini masih terus menghantuiku. Sesuatu yang menarik-narik hatiku untuk terus mengenal islam. Dan pada akhirnya aku mengenal seorang sahabat yang selalu memotivasiku. Memberikanku semangat! Menerimaku apa adanya untuk menjadi teman baiknya! Dia bernama Firda. Wanita muslimah sholiha yang lemah lembut. Aku memintanya untuk mengajariku mengenal islam lebih jauh. Secara diam-diam untuk belajar islam di sepengetahuan ibu hingga akhirnya aktivitasku tercium oleh Ibu. Amarah semakin memuncak ketika aku mengucapkan dua kalimat syahadat dalam melaksanakan kewajibanku sebagai manusia baru, yaitu sholat. Semua itu berat untuk aku jalani, semenjak memutuskan berhijrah cobaan bertubi-tubi menghampiriku, aku merasa bahwa keberadaanku di rumah tidak di anggap, aku merasa asing dilingkungan keluargaku sendiri, diacuhkan dan di diamkan tanpa ada satu kalimat sekedar menanyakan keadaanku. Satu tahun berlalu, sunyi… sepi… itu menegurku. Tanpa ada perbincangan komunikasi bahkan canda tawa di antara kita.
            Sebagai manusia biasa yang merasa tersakiti, aku akan terus berusaha untuk mencoba bersabar. Tegar dalam menghadapi masalah ini, walau berat kulewati tetapi rasa semangatku pun tak pernah gentar menghadapinya! Allah mengajarkan untuk menghadapinya dengan sabar dan sholat sebagai penolong agar hati kita terasa tentram dan tenang.
            Oleh karena itu aku ikhlas menerima semua resikonya, meski semua mengasingkanku, tapi aku memaklumi Ibu yang ketika itu menjadi sangat membenciku.
“Iya benar, Ibu yang mana yang mau anaknya keluar dari agama yang dianggapnya benar,”.
            Puncaknya ketika aku merasa kesabaranku sudah habis, aku sudah tidak tahan berada di lingkungan yang asing ini. Aku ingin memutuskan untuk pergi dari rumah dan meninggalkan keluargaku untuk pergi berhijrah menjalankan semua kewajibanku. Mungkin itu akan merubah suasana rumah menjadi lebih baik. Dengan menghilangnya kehadiranku di rumah.. Rumah yang dulunya sangat ramai, di penuhi dengan canda tawa oleh kedua orang tuaku dan adikku kini menjadi sepi dan sunyi seakan mereka hidup berindividu. Aku pun menulis sepucuk surat, agar kedua orang tuaku tidak khawatir kalau aku akan baik-baik saja.
            Dear Keluargaku,
            Assalamualaikum wr.wb.
Maafkan Kimmy yang tak lagi mendengarmu. Maafkan segala dosa yang telah ku perbuat. Mungkin kalian semua tidak menginginkanku. Munkin kalian semua tidak menginginkanku. Aku terpaksa berbuat ini, karena ini sudak kehendak yang kuasa. Aku mendapat hidayah untuk menjalankan kehidupan baruku. Aku berharap kalian tidak membenciku, walaupun kita telah berbeda. Dan aku berharap kalian akan tetap mengingatku.
Satu hal yang kau tahu, sama sekali tidak ada rasa benci terhadap kalian. Walau tiada kata yang terucap diantara kita. Aku akan berusaha menjadi manusia yang sesungguhnya. Dan sampai pada suatu hari nanti aku akan kembali untuk membuktikan semuanya! Terima kasih, Ma, Pa. Maafkan anakmu ini. Adikku tolong jaga dirimu baik-baik dan jadilah anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan janganlah kau meniru kakakmu ini yang telah durhaka kepadanya.
Walaikum salam wr.wb.
Salam Rinduku Kimmy’s
            Perjalanku dimulai dari nol, aku pergi meninggalkan rumah dan merantau ke kota impianku Surabaya. Dulu aku sangat menginginkan kota ini, karena Ibu dan Ayah yang melarangku pergi ke kota ini. Kota asalku di Pekan Baru, dan aku benar-benar telah pergi jauh dari mereka semua. Aku mengenal kehidupan baruku bersama sahabatku Firda wanita muslimah yang selau memotivasiku dia berasal dari Kota Surabaya. Aku memutuskan tinggal di sebuah Asrama bersamanya.
SatuTahun berlalu…
            Rasa rindu pun mulai kurasakan. Aku yang kini telah berada dalam kehidupan baruku, dilingkungan baruku yang jauh berbeda dari hidupku yang sebelumnya. Tanpa alat komunikasi aku tak pernah tau bagaimana keadaan di luar sana, bagaimana kabar orang tuaku, bagaimana kabar adik-adikku, kabar sahabat-sahabatku dan kabar pria itu. Tetapi lambat laun aku bisa beradaptasi dengan lingkungan baruku, aku sudah terbiasa untuk belajar mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sendiri, aku belajar hidup mandiri dan belajar hidup sederhana. Semua berawal dari nol aku belajar islam, dari menghafalkan huruf hijaiyah, menulis dan membaca tulisan arab. Semua itu karna Firda yang membimbingku dan mengajariku.
            Seminggu yang lalu aku berjalan-jalan di suatu taman dan disana aku menemukan suasana baru yang indah dengan seluruh bunga-bunga yang harum. Aku duduk di suatu tempat sambilku membaca sebuah buku islami. Menunggu seseorang di sana.. Namun aku bertemu dengan sahabatku yang kini telah berada di Surabaya. Dia menyapaku dan sempat kita berbincamg-bincang. Dia menceritakan semua kepadaku, apa yang terjadi di kota Pekan Baru. Semuanya menjadi tentram dan nyaman sejak kepergianku. Memang benar ku pikir mereka bisa hidup tanpaku tetapi apakah tidak ada rasa rindu mereka kepadaku? Dan pada akhirnya Marwa sahabatku memberikan sepucuk surat titipan dari kedua orang tuaku. Surat itu mulai ku buka dan ku baca..
            Dear Anakku Kimmy’s,
            Hai nak? Apakabar kamu yang jauh disana dengan kehidupan barumu? Kami sekeluarga sangat merindukanmu. Rumah ini menjadi sepi.. sunyi tanpamu. Bagaikan rumah tanpa atap, sekali kehilangan satu menjadi tidak sempurna. Tiada lagi yang membuat kekacauan di rumah. Tiada lagi yang membuat perdebatan antara kamu dan adik. Tiada lagi yang membantu mengacaukan masakan Ibu. Tiada lagi yang selalu membuat ayah marah-marah setiap saat jika nilaimu jatuh. Itu akan selalu kami rindukan walau sikap dan perbuatan yang membuat kita merasa jengkel kepadamu. Kami sangat menyayangimu. Kami sekeluarga berharap jika kamu benar-benar telah menjalankan kehidupan barumu di kota barumu. Semoga kamu bisa menjadi orang dengan kepribadian yang lebih baik. Menjadi anak yang berguna bagi semua orang. Menjadi dewasa dan benar-benar mandiri tanpa menyusahkan orang lain di sekitarmu. Ingat satu hal, jangan pernah berubah menjadi power rangers yang telah sukses dan melupakan kami semua yaa! Miss you, sayang.
Salam Hangat Keluarga Tercinta
            Aku sangat terharu membacanya, aku sangat senang jika mereka masih menganggapku sebagai anaknya. Aku masih dapat melihat mereka marindukanku walau hanya dalam bentuk tulisan kecil ini. Tetapi itu membuatku tenang. Dan aku berkata dalam hati, setelah aku selesai membaca surat dari keluargaku di Pekan Baru,”Ma.. pa.. dik.. kakak sudah menjadi anak yang telah kau inginkan, maafkan Kimmy jika dulu pernah menyakiti hati kalian, dan Kimmy janji akan kembali untuk menyambung silaturahmi kepada kalian dan Kimmy juga sangat merindukan kalian,”
            “Terima kasih Marwa kamu telah menyampaikan pesan mereka kepadaku,” Ucapku yang lalu memeluknya sambil menumpahkan rinduku kepadanya.
            Marwa pun menangis, aku tak tau kenapa dia tiba-tiba menangis saat aku memeluknya.
            “Kim.. Apa kamu sudah tau?” Tanya Marwa tersedu-sedu.
            “Kenapa Mar?” Jawabku merasa bingung.
            “Kak Firda.. Kimm,” Kata Marwa terputus-putus.
            “Ada apa dengan kak Firda Kim?” Tanyaku khawatir.
            “Kak Firda semalam menitipkan ini kepadaku, dan dia pergi ke rumah orang tuanya di Malang sana, tetapi apa yang terjadi? Kak Firda mengalami kecelakaan Kim saat di perjalanan dan sekarang kak Firda telah meninggal dunia,” Jelas Marwa sambil menangis dan memberika sebuah kotak merah jambu kepadaku titipan Kak Firda.
            Akupun histeri ketika mendengar berita itu dari Marwa. Baru kemarin aku bersamanya masih tertawa dan bergurau tetapi dengan waktu yang singkat Allah telah mengambilnya dan di tempatkan ke tempat yang jauh di sana ‘Surga’.
            Aku menangis dan memeluk Marwa. Banyak kenangan yang telah kita lewati. Karenanya aku bisa menjadi seorang wanita muslimah yang jauh lebih baik. Aku membuka sebuah kotak merah itu dan didalamnya terdapat sepucuk surat dan sebuah hijab untukku. Aku mulai membaca isi surat itu sambil bergemetaran tanganku ketika membuka isi surat itu.
            Dear Kimmy’s,
            Assalamualaikum wr.wb.
            Kimmy, maaf kak Firda gak sempat pamit ke kamu. Kakak menitipkan sebuah kotak berwarna merah ini kepada Marwa untukmu. Dan semoga sampai kepada kamu dan kamu juga membaca surat ini. Kakak mau ke Malang beberapa hari ini, karena orang tua kakak yang sedang sakit. Ada sebuah hijab untukmu. Sebenarnya sudah lama aku menyimpannya untukmu. Aku selalu lupa untuk memberikannya.
            Semoga kamu suka ya..
            Dan semoga kamu selalu mengenakan hijab itu untuk mengingat kakak. Saat kelak kakak tidak bisa kembali lagi bersamamu.
Wasalamualaikum wr.wb.
Salam Firda
            Sedih. Itulah yang ku rasa saat ini. Orang-orang yang ku sayangi kini telah pergi. Setelah aku pergi meninggalkan orang-orang yang ku sayang kenapa orang yang ku hampiri kini juga meninggalkanku. Walau terasa berat hari-hariku tanpanya. Tetapi beliau telah membekaliku kehidupan yang lebih baik. Mungkin aku harus mengikhlaskannya. Semoga Allah menempatkannya di sisi orang-orang yang beriman.
            Terima kasih telah menjadi kakak terbaik Kimmy’s. Kimmy’s akan merindukanmu termasuk merindukan semua orang-orang yang ku sayang baik itu yang pergi dan kutinggalkan untuk mencari hidup yang sesungguhnya.
            Kesulitan sebesar apapun akan terasa wajar bagi jiwa yang penuh syukur, karena bukan kebahagiaan yang menjadikan kita bersyukur, tetapi rasa syukurlah yang membuat kita bahagia. Jiwa yang merasa bersyukur akan bahagia, bahkan diatas masalah.
            Jika tidak merasa bersyukur, semua yang baik dan indah menjadi buruk dan menyakitkan. Kemana pun kita pergi, terasa seperti penuh penderitaan, tiada hari tanpa gelisah, tiada hari tanpa kejenuhan, bukan hidup yang membuat kita jenuh. Tetapi ketiadaan rasa syukur yang membuat semuanya terasa buruk dan menjenuhkan.
             Sekecil apapun masalah yang ku hadapi akan terasa besar dan membuat kita selalu mengeluh, jiwa yang malas tetap tersesat meskipun sudah sampai jiwa yang tamak tetap mengeluh di atas kekayaan.
“Be Grateful for What You Have and Stop Complaining,”

Dapatkan Buku kumpulan cerpennya di toko buku Padmedia :)
Facebook : https://www.facebook.com/Elfira328
Instragram : https://www.instagram.com/elfiragustin21/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar